Selayang Pandang Hasil Panen Padi Sebelum Inpari-33 Dengan Budidaya Tanam Sehat
Friday, 31st May, 2019 | 3373 Views
|
Oleh Dr Ir Maman Suherman, MS

    Dr Maman Suherman,MS                                                       

PARA PETANI DI berbagai daerah secara tradisional sering atau masih menggunakan benih padi setempat (lokal) yang notabene sangat mudah diserang penyakit dan hama. Selain dari produktivitasnya yang rendah, perawatannya juga memerlukan biaya yang tidak sedikit. Saat ini pemerintah memperkenalkan jenis padi baru yang dikenal dengan Inpari-33 atau Inbrida Padi Sawah Irigasi-33 dengan kemampuan melebih jenis padi lain termasuk produktivitasnya.

         Seusai masa tanam pertama ketika diperkenalkan kepada petani pada 2017 dan dibudidayakan pada Oktober 2017 yang panen Maret-April 2018 para petani yang mau menanam Inpari-33 itu bersorak gembira dan bersyukur bahwa hasil panen mereka sangat besar atau sangat menguntungkan. Penyebabnya adalah tidak lain karena Inpari-33 sangat hemat dan tidak boros dibanding jenis padi lain.

               Sebagai contoh, dalam demonstration area atau DEM AREA yang diperkenalkan kepada petani dengan memakai lahan atau sawah petani sendiri di beberapa kabupaten, seperti di Kabupaten Subang dan Kabupaten Cirebon, keduanya di Provinsi Jawa Barat, untuk satu ubinan berukuran 3 meter kali 4 meter adalah 15 kilogram (kg) atau secara keseluruhan mencapai 9,2 ton per ha.

            Dari kesaksian petani yang belum pernah menanam Inpari-33 itu hasil yang mereka dapat luar biasa karena melebihi varietas Ciherang dan Mekongga maupun padi ketan yang sudah bertahun-tahun dipakai. Kesaksian mereka itu diperkuat dengan angka bahwa varietas Ciherang hanya bisa dapat 4,5 ton per ha. Paling banyak 6 ton per ha dengan umur sampai panen selama 122 hari. Untuk Mekongga saat panen hanya 5 ton per ha. Itupun jarang dan paling banyak 5,5 ton per ha dengan umur masa panen 122 hari. Untuk padi ketan lokal yang di daerah lain lazim dikenal sebagai pulut hanya menghasilkan paling banyak 3 ton per ha. Kondisi untuk padi varietas Galuh dan Muncul juga diakui para petani kurang lebih sama dengan Ciherang dan Mekongga itu.

             Hasil yang rendah itu lebih disebabkan oleh kondisi tanah yang tidak subur, jenis padi yang tidak tahan hama dan penyakit serta jenis padi itu sendiri yang memang tidak bisa lagi menghasilkan banyak gabah karena berbagai faktor, semisal perawatan yang harus menghabiskan banyak biaya untuk pupuk dan racun. Berkaca dari kenyataan di atas para petani yang sudah Kadele (melihat), Karaba (menyentuh) dan Karasa (merasa) atau mengalami perlakuan Budidaya Tanam Sehat dengan benih Inpari-33 itu sudah sangat tertarik menanam padi Inpari-33 dengan pola yang benar dan berimbang.

            Pada musim tanam April-September ini diinformasikan bahwa petani bukan saja di Jawa Barat, juga di Provinsi Banten, Lampung, Sumatera Selatan, Sumatera Barat dan Sumatera Utara serta Aceh akan menanam Inpari-33 dengan alasan lebih baik dan harapan menghasilkan lebih banyak dari jenis padi lainnya. Contoh yang dialami petani di Kabupaten Cirebon dan Kabupaten Subang adalah bahwa untuk merawat padi ketan Grendel diperlukan penyemprotan racun sebanyak 15 kali atau paling sedikit 12 kali. Kalau dibandingkan dengan Inpari-33 hanya enam kali semprot sudah cukup. Dari perbandingan itu saja petani sudah bisa melihat kerugian dan keuntungannya.

           Kalau lahan sawah dialiri irigasi tersier, maka petani mengharapkan bisa menanam pada Inpari-33 di areal yang lebih luas dan para petani lain bisa ikutan. Kenyataannya Inpari-33 mudah perawatannya. Kalau dibandingkan dengan padi ketan atau pulut yang sebelumnya ditanam para petani di Kecamatan Compreng secara turun-temurun atau puluhan tahun harus disemprot antara 12 hingga 15 kali sampai panen. Kalau penyemprotan untuk Inpari-33 hanya enam kali.

Hasil Panen Petani

             Kemudian dari segi harga, sebagai contoh saja, pada pertengahan April 2018 yang lalu harga gabah kering panen (GKP) atau sering juga disebut gabah kering pungut di sawah mencapai Rp470.000 per kuintal atau Rp4.600,- per kilogram (kg) untuk Inpari-33. Untuk padi ketan pada waktu yang sama sudah melorot di kisaran Rp8.500 per kg hingga Rp9.000 per kg. Pada masa panen sebelum dilaporkan bahwa harga padi ketan mencapai Rp.10.000 per kg hingga Rp.11.000 per kg, namun harga ini kalau dikonversikan pada biaya yang dikeluarkan petani atau diperhitungkan pada analisa hasil usaha tani, maka petani tidak mendapatkan keuntungan apa-apa. Tentu tidak terasa betul biaya yang dikeluarkan selama persemaian hingga panen padi ketan tersebut.

         Sebelum menanam Inpari-33 petani di Kabupaten Cirebon dan Subang hanya mendapatkan 2 ton hingga empat ton dalam satu loro atau bahu berukuran 0,7 ha. Itu setelah diserang oleh hama atau OPT. Biasanya dengan satu loro itu petani bisa mendapatkan sekitar 4 ton atau sekitar 5 ton saja per hektarenya. Sebaliknya setelah menggunakan varietas Inpari-33 dengan pola Budidaya Tanam Sehat itu faktanya petani bisa mendapatkan antara 8,5 ton per ha hingga 10 ton per ha.

     Dari sisi petani tentu hal ini sangat menggembirakan karena menguntungkan. Dari sisi pemerintah juga gembira karena petani bisa mendapatkan manfaat dari berbagai upaya meningkatkan taraf hidup mereka. Dan suatu hal yang sangat menarik perhatian para petani adalah bahwa beberapa sawah yang selalu tergenang air dan ada pula yang tanah bungsat atau airnya datang dan cepat juga mengalir pergi, begitu Inpari-33 ditanam di areal tanah yang istilahnya bungsat itu hasilnya maksimal dengan angka 4,250 ton per loro kalau dijadikan  hektare hasil yang didapat adalah sekitar 8 ton untuk setiap hektarenya dengan umur panen yang lebih pendek dari jenis padi lainnya.

Profil Inpari-33

       Varietas unggul baru (VUB) tahan hama wereng cokelat adalah Inpari-33 yang telah diumumkan dan dilepas Kementerian Pertanian kepada petani pada 2013 yang lalu. Inpari merupakan singkatan dari Inbrida Padi Sawah Irigasi yang dimuliakan (diunggulkan) oleh Doktor (Dr) Buang Abdullah, Dr Sulardjo dan Dr Heni Safitri. Pemuliaan padi menjadi varietas unggul itu berlangsung selama delapan (8) tahun sampai dilepas pada 2013.

         Secara spesifik profil Inpari-33 adalah berumur tanam 107 hari setelah sebar (tebar) dengan bentuk gabah ramping panjang dan warna kuning bersih. Adapun berat untuk volume 1.000 butir adalah 28,6 gram dengan rata-rata hasil mencapai 6,6 ton per hektare (ha) untuk gabah kering giling (GKG) atau 9,9 ton per ha untuk gabah kering panen (GKP).

          Padi Inpari-33 tahan terhadap hama wereng cokelat biotipe 1-3 dan TAHAN TERHADAP PENYAKIT hawar daun bakteri patotipe 3 dan agak tahan terhadap penyakit patotipe 8. Selain itu agak tahan terhadap hama blas ras 033 maupun ras 073 serta tahan terhadap tungro. Inpari-33 cocok ditanam pada ekosistem tanah dataran rendah hingga 600 meter dari permukaan laut dengan potensi panen rata-rata di berbagai lahan tanam lebih dari 9 ton per ha. *

 * Dr Ir Maman Suherman,MS adalah Sekretaris Jenderal Masyarakat Perbenihan dan Pembibitan Indonesia (MPPI)

komentar

You must be logged in to post a comment.

plaza kemitraan

  JUDUL TERSEBUT DI atas sangat menarik disimak. Bahwa para petani punya utang atau hutang sudah jamak diketahui. Tetapi, misalnya mengapa Dewan Perwakilan Rakyat Republik

Pengantar Redaksi: KONON SAAT INI di Indonesia tidak ada daerah atau desa yang menerapkan pertanian hamparan luas dengan pola pengolahan tanah hingga pemasaran. Satu-satunya yang