Selama Petani Disubsidi Selama Gudang Jauh Selama Sosialisasi Lemah, Maka Sistem Resi Gudang Masih Sulit Berkembang
Monday, 31st May, 2021 | 644 Views

Pengantar Redaksi:

PEMERINTAH BERTEKAD MEMAJUKAN sistem resi gudang sekaligus mengayomi para petani maupun pelaku usaha lain sepertai pertambangan agar mendapat keuntungan kendati harga gabah turun saat panen. Terkait hal itu Pemerintah Pusat melalui Kementerian Perdagangan terus-menerus menggalang berbagai kerjasama dengan berbagai pihak, sehingga keberadaan Sistem Resi Gudang sungguh-sungguh menguntungkan para petani mandiri maupun koperasi. Baru-baru ini pihak Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti), Kementerian Perdagangan bekerjasama dengan Institute for Development of Economic and Finance (Indef) Jakarta mengadakan seminar bertema REAKTUALISASI SISTEM RESI GUDANG yang bertujuan menggali pemikiran para pakar ekonomi pertanian maupun para eksekutif di daerah yang dipastikan terlibat untuk kepentingan pelaku usaha. Para pembicara adalah Prof.Dr Dwi Andreas Santoso dari Institut Pertanian Bogor, Prof.Dr Bustanul Arifin (Ekonom Indef), Dr Aviliani (Ekonom Indef) serta Widi Astuti,SE,MSi (Kepala Biro Pembinaan dan Pengawasan Resi Gudang, Bappebti). Adapun pesertanya mencapai 110 orang mewakili beragam lembaga, organisasi dan dinas-dinas di daerah. Seminar itu dibuka oleh Kepala Bappebti Dr Indrasari Wisnu (IW) Wardhana. Berikut dinamika pada Seminar REAKTUALISASI RESI GUDANG yang dituangkan utuh secara individual pakar bersangkutan.

                                                                        ***

    Kepala Bappebti Dr IW Wardana menyebut bahwa sifat komoditas pertanian dan perikanan pada saat panen raya acap kali mengalami penurunan harga akibat peningkatan suplai yang tidak berbanding lurus dengan peningkatan permintaan. Agar petani dan nelayan tidak mengalami kerugian dan aktivitas perekonomian dapat terus berkembang, maka pemerintah memberi solusi dengan membuat Sistem Resi Gudang (SRG).

    SRG merupakan instrumen sistem pembiayaan perdagangan yang dapat berfungsi untuk memfasilitasi pemberian kredit kepada pelaku usaha terhadap barang yang disimpan di dalam gudang. Kehadiran SRG ini diharapkan bisa bermanfaat untuk memantapkan (stabled) harga pasar dengan memfasilitasi cara penjualan, sehingga penjualan komoditas dapat dilaksanakan sepanjang tahun tanpa mengalami kerugian. Untuk lebih meningkatkan peran dan pemahaman publik tentang manfaat, perkembangan terkini, tantangan dan strategi yang perlu dilakukan untuk mendorong Sistem Resi Gudang lebih dipahami dan diterima para pelaku usaha di berbagai sektor.

Penyimpangan pada Penyaluran Pupuk dan Benih

     Dan menurut Dr Aviliani, petani kita sesungguhnya jangan terlalu banyak disubsidi, tetapi harus lebih banyak diberi insentif. Lebih bagus subsidi itu bukan pada saprodi pupuk, tetapi di pembeli akhir. Jadi, subsidi itu pada pembelian akhir saja. Lalu konsepnya ada di suku bunga. Nah, ini akan jauh lebih baik dan akan menghindari penyimpangan-penyimpangan. Selama ini saya pikir bahwa penyaluran pupuk dan bibit masih banyak penyimpangan.

    Mungkin perlu perbaikan walaupun tidak hanya di Kementerian Perdagangan, namun seluruh konsep hulu dan hilirnya, sehingga program ini bisa jalan. Sebab, resi gudang ini bagian kecil  di antara faktor hulu sampai ke hilir. Kalau kita bicara reaktualisasi, tetapi tidak mengubah konsep secara total, maka hal ini juga tidak jalan. Kalau yang namanya perbankan kan hanya follow the business karena yang penting buat bank pemerintah targetnya 10 triliun rupiah tercapai.

  Memang tidak ada kewajiban bahwa 10 triliun rupiah itu diperuntukkan pada beberapa sektor komoditas. Sementara yang kita butuhkan sekarang ini dari faktor ekomoni sosial adalah pengentasan kemiskinan yang notabene adanya di sektor pertanian. Hal kedua, bila kita bicara soal pangan, maka kita perlu membenahi secara menyeluruh di sektor pertanian dan perikanan itu sendiri.

    Jadi, saya rasa  hal-hal yang perlu dipikirkan dan memulai konsep bisnis jadi  puslup itu saya rasa perlu dipikirkan oleh Bappebti bagaimana nantinya cara bekerjasama dengan pihak Pusat Logitik karena dengan pihak Pusat Logistik itu otomatis bank akan membiayai  secara langsung. Kenapa demikian? Karena pihak bank sudah mengetahui pasarnya. Jadi, nantinya dengan pihak Pusat Logistik itu adalah perjanjian antara perusahaan dengan  kelompok taninya. Begitulah.

    Selain itu mungkin diperlukan juga semacam modifikasi, sehingga tidak umum saja, tetapi mungkin ada juga kerjasama dengan konsep puslup terutama bunga pada subsidi kredit usaha rakyat atau KUR. Harus ada rancangan berupa insentif, jadi KUR itu bisa diupayakan untuk mendorong jika masuk ke skala ekonomi yang lebih besar melalui kelompok-kelompok tani. Rancangan insentifnya dari tingkat suku bunga. Artinya, angka yang dibebankan tidak 6 persen untuk semua pelaku usaha yang mau berdagang. Nah, silahkan tinggal pilih. Untuk marjin atau selisih yang lebih besar jika meminjam KUR bisa dipergunakan juga untuk berdagang misalnya. Dan itu juga mendorong aspek komoditi  pendukung SRG.

Bagi Petani Kecil SRG Akan Gagal

   Dari pemikiran Profesor Dr Dwi Andreas Santosa terlontar pernyataan bahwa pihaknya berkolaborasi dengan jutaan petani di 90 kabupaten dan 19 provinsi potensial sektor pertanian dengan subsektor tanaman pangan, subsektor perkebunan, subsektor hortikultur dan subsektor peternakan. Jika harus berbicara tentang konsep Sistem Resi Gudang atau SRG itu kami akan mempertanyakan konsepnya secara panjang lebar.

     Memang dari nuansa batinnya konsep SRG itu luar biasa karena bisa membantu petani kecil dan nelayan kecil dan meningkatkan taraf hidup mereka. Tetapi, petani kecil dan nelayan yang ada di Indonesia yang akan dinaungi program SRG itu sudah kami pastikan akan gagal. Ada beberapa alasan kenapa gagal. Pertama, ketika membuat konsepnya seolah-olah tidak menjejakkan kaki di tanah. Kedua, seolah-olah program SRG ini akan berhasil. Namun, itu semuanya seolah-olah saja.

    Sebab, menurut para petani keindahan program tersebut tidak seperti yang mereka harapkan dan pikirkn bahwa semua kebijakan yang dibuat oleh pemerintah itu menyenangkan. Kenyataannya tidak seperti itu. Kita lihat  dengan SRG ini rumit sekali yang sama rumitnya tentang kredit usaha rakyat atau KUR yang beberapa waktu lalu yang akan dilepas pemerintah sebesar 100 triliun rupiah. Waktu itu saya sudah jelaskan bahwa besaran uang 100 triliun itu tidak mungkin sampai kepada petani.

    Dan itu betul adanya. Setelah dilepas 100 triliun rupiah kami bersama petani melakukan kajian mendalam dan terbuka terkait KUR itu yang disebut memajukan petani kecil dan nelayan kecil. Poin penting dari kajian itu adalah kenyataan yang mendapatkan dana KUR itu hanya 1 atau SATU PERSEN petani yang ada di Indonesia karena mereka hanya memilki lahan sekitar 2.000 meter persegi hingga 3.000 meter persegi atau sekitar NOL KOMA DUA HEKTARE.

    Poin kedua ternyata gudang untuk resi gudang itu jauh dari lokasi petani. Sekali lagi bahwa skala usaha petani Indonesia itu kecil-kecil. Hanya 0,2 hektare (ha) sampai 0,3 ha. Menurut pengamatan kami, karena petani ini memiliki lahan yang sangat sempit dalam tempo yang tidak begitu lama lahan tersebut pasti dilepas kepada pihak yang mempunyai modal yang  lebih besar. Nah, kekhawatiran kami bukan pada konversi lahan yang terjadi di sektor pertanian ke nonpertanian, tetapi konversi kepemilikan lahan pertanian kepada yang pihak  bukan petani. Inilah yang menjadi kekhawatiran kami yang paling besar.

    Dengan kepemilikan lahan untuk petani yang semakin sempit, maka hasil panennya cukup disimpan di rumah saja. Tidak rumit dan tidak perlu disimpan di RESI GUDANG, dimana sistem resi gudang mengharuskan petani membayar,  mengisi dokumen itu ini  dan persyaratan yang serba rumit. Jadi, untuk apa menyimpan? Atau pertanyaan sederhananya untuk apa berurusan dengan resi gudang yang rumit? Sementara petani kecil itu cukup menyimpan hasil panennya di rumah dengan cara menjemur di halaman rumah kemudian disimpan untuk bekal saat paceklik.

Kebiasaan Petani Kecil

    Kebiasaan dari petani kami di seluruh Indonesia di kala panen sudah didatangi oleh pengumpul atau tengkulak. Selain itu para pengumpul sudah melakukan transaksi dengan menaksir luasan lahan dengan harga panen yang sudah disepakati. Jadi, pihak yang akan panen itu nantinya ya pengumpul itu. Untuk itu sosialisasi SRG harus terus-menerus dan meluas karena SRG itu masih terbilang baru bagi petani Indonesia.

   Nah, terkait dengan SRG. Kalaupun petani bisa mencapai persyaratan-persyaratan yang rumit itu untuk apa pula mesti disimpan di resi gudang. Disimpan saja di rumah sendiri. Tokh jumlah atau volumenya hanya sedikit. Dari pengalaman kami dengan para petani di lapangan perhatian terhadap SRG itu dilakukan oleh petani yang sudah mendekati menjadi tuan tanah. Atau petani yang memiliki lahan tanam cukup luas minimal 4 ha atau lebih.

  Memang apabila lahan pertaniannya luas tentu petani itu tidak akan mempunyai kemampuan lagi untuk menyimpan gabahnya. Jadi, hanya petani macam itu yang mampu memanfaatkan resi gudang ini. Dan hal yang memprihatinkan adalah informasi dari jaringan petani kami  yang melihat banyak gudang yang masuk ke dalam kerangka  SRG ini yang ditumbuhi ilalang tidak terurus. Dan sama sekali tidak terpakai. Namun, ini khusus untuk komoditi tanaman pangan. Saya sendiri tidak di sektor lain. Saya hanya melihat ke panen padi.

    Kalau saat ini disebut-sebut bahwa pada 2020 atau hingga 2021 ini nilai transaksi SRG telah mencapai 362  miliar rupiah. Tentu itu adalah petani dan nelayan besar. Sebab, kalau petani kecil saya jamin pasti tidak akan menyimpan di RESI GUDANG. Memang, pihak yang menyimpan pada resi gudang bisa pengumpul dan bisa juga petani yang memiliki skala pertanian yang luas dan besar.

   Dari catatan saya, nilai gabah dan beras pada 2020 mencapai 341 triliun rupiah. Bahkan itu per tahun. Jadi, teramat kecillah kalau hanya seperseribunya yang menjadi pendapatan resi gudang dari sisi padi. Oleh sebab itu dapat saya simpulkan bahwa kalau tujuan dari resi gudang lebih spesifik lagi untuk pertanian di sektor tanaman pangan, maka sistem resi gudang bisa dibilang gagal  total.

Petani Kecil Akan Semakin Rugi

   Dalam sistem pertanian  Indonesia ada mekanisme seperti orang tersenyum.  Penyelesaian input tidak akan pernah rugi, entah produsen pestisida dan pupuk kimia dan lain sebagainya. Mereka inilah yang tidak akan mau rugi. Pihak yang tidak akan mau rugi lainnya adalah yang bergerak di bagian paska panen. Di off-farm ada pedagang, pengumpul dan lain sebagainya. Nah, dua-duanya—input maupun yang off-farm ini apabila satu saat mengalami kerugian akan ditransfer atau dipindahkan kerugiannya kepada petani-petani kecil yang ada pada level bawah, sehingga petani Indonesia akan semakin merugi.

   Dengan demikian, menurut saya, hal penting sekarang yang HARUS KITA DORONG KEPADA PEMERINTAH adalah MENAIKKAN HARGA PEMBELIAN PEMERINTAH atau HPP. Bersama petani kami telah berkali-kali menyampaikan aga HPP itu lebih ideal atau relatif tarif bawah sekitar 4.500 rupiah per kilogram (kg). Sebab, pada 2019 kami mengadakan analisis biaya usaha tani ketemu angkanya 4.533 rupiah per kg untuk gabah kering panen. Sebetulnya, kalau 4.500 rupiah per kg masih mepet, tetapi sudah bisa membantu petani kecil terutama pada puncak panen raya.

   Kami juga menginginkan untuk mendekatkan gudang-gudang Perusahaan Umum Badan Urusan Logistik atau Perum Bulog kepada petani kita. Sebab, hingga kin Perum Bulog itu masih menjadi tumpuan petani kita walaupun dalam kenyataannya tidak demikian juga. Contohnya, , ketika kami teriak-teriak di waktu panen raya: tolong-tolonglah petani kami ini. Harga gabah petani kami jatuh terjerembab, seraplah sebanyak-banyaknya. Namun, kenyataannya tidak demikian halnya. Sebab, kalau Perum Bulog menyerap sebanyak-banyaknya otomatis pengumpul yang waktu itu juga melihat-lihat keadaan tentunya akan ikut serta menyerap gabah petani yang dengan sendirinya akan memperbaiki harga gabah saat itu.

Kasus Beras Dari Benih Kearifan Lokal

    Profesor Dr Bustanul Arifin mengungkapkan bahwa persoalan serapan gabah yang sangat rendah di Kabupaten Kapuas saat panen akan dikunjungi. Sebab, memang sangat memprihatinkan kalau petani sudah susah payah menanam varietas unggul baru (VUB), tetapi tidak terserap. Tentu semua permasalahan yang dihadapi para petani akan bisa ditanggulangi. Kami akan duduk berhadapan satu meja dengan para pihak yang terkait, seperti dengan pihak Dinas Perdagangan maupun Divisi Regional Perum Bulog.

   Apabila kenyataannya RESI GUDANG belum jalan, mekanisme lain masih tetap bisa kita upayakan. Pada prinsipnya apabila kualitas gabahnya masuk, pastilah bisa diserap.  Nanti peran pemerintah daerah setempat akan dimaksimalkan dan hal itu sangat penting untuk menjaga stabilisasi harga agar harga tidak merosot.

  Dan kalau berbicara menyangkut food estate memang belum masuk  program SRG tersebut. Jadi, beda penanganannya. Maksud saya manajemen penanganan di Kabupaten Kapuas berbeda dengan pembahasan kita. Sebab, masyarakat setempat tidak terlalu menyukai beras dari benih subsidi dan cenderung mengkonsumsi beras dari padi yang menjadi kearifan setempat. Tetapi, dalam waktu tidak terlalu lama diharapkan sudah ada jalan keluarnya. Setelah seminar ini secepatnya akan dibahas dan ditindaklanjuti.

Perlu Dukungan Semua Stake-Holders

   Kepala Biro Pembinaan dan Pengawasan Resi Gudang, Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi Widi Astuti,SE,MSi bertutur bahwa cita-cita dan tujun SRG TENTU tidak akan mulus dan tercapai SEBAGAIMANA diharapkan dan ditetapkan Kementerian Perdagangan. Jadi, harus ada dukungan antarlembaga di Pemerintah Pusat, Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Daerah.

    Di pihak lain kekuatan pemilik komoditi yang mandiri melalui akses dari hulu sampai ke hilir. Peranan sarana dan prasarana, dukungan fasilitas serta kelembagaan yang memang telah teruji sangat menentukan keberlangsungan SRG. Bahkan tidak kalah penting adalah pengelola gudang yang  profesional sebagai player utama. Kita tetap berharap tujuan dan cita-cita SRG ini bisa terwujud  melalui dukungan dan peranserta semua pihak. Tentu tidak cuma satu dari faktor tersebut, tetapi Pemerintah Pusat dan Daerah, petani, pengelola gudang penyedia sarana prasana kelimanya harus bersinergi, sehingga program SRG ini bisa dirasakan. Di sini kami juga mengingakan bahwa saat ini Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No.171/2009 tentang subsidi resi gudang telah dibahas.

    Nah, itu tidak akan lama ketentuannya akan keluar dari Kementerian Keuangan. Pada akhir Mei 2021 ini hal itu akan final karena program dan sasarannya pada Juni 2021 revisinya sudah bisa dilakukan. Nantinya, penerima subsidi selain petani atau kelompok tani dan nelayan juga pelaku koperasi dan usaha kecil menengah atau UKM.

   Hal lain bahwa kuota yang tadinya 70 persen dari komoditi yang  diresikan atau yang  disimpan itu yang mendapatkan pembiayaan hingga 500 juta rupiah setiap orang atau pengelola program SRG. Karena dana yang tersedia besar, kami akan menjembatani  Perum Bulog dan perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) lain, seperti PT Rajawali Nusantara Indonesia atau RNI dan PT Berdikari untuk menjadi off-taker untuk mendukung SRG.

   Ini semua hal itu akan disebarkan bukan saja di Pulau Jawa melainkan di seluruh Indonesia. Kebetulan gudang Perum Bulog banyak yang kita pakaiuntuk mendukung SRG. Kami menyewanya. Contohnya, gudang SRG yang ada di Kabupaten Brebes, Provinsi Jawa Tengah, gudang Perum Bulog yang dipakai. Memang proses ini butuh peranserta dan dukungan dari semuanya. Sekali lagi dukungan dari kementerian terkait  di Pusat, pemerintahan daerah serta petani yang kuat. *sembada/henry/rori

komentar

You must be logged in to post a comment.

plaza kemitraan

  JUDUL TERSEBUT DI atas sangat menarik disimak. Bahwa para petani punya utang atau hutang sudah jamak diketahui. Tetapi, misalnya mengapa Dewan Perwakilan Rakyat Republik

Pengantar Redaksi: KONON SAAT INI di Indonesia tidak ada daerah atau desa yang menerapkan pertanian hamparan luas dengan pola pengolahan tanah hingga pemasaran. Satu-satunya yang