Segera Bereskan Laporan HIBAH Sebagai Good Administrative Untuk Mendukung Clear Governance dan Good Governance
Monday, 8th November, 2021 | 639 Views

PARA PEJABAT SEKTOR tanaman pangan di daerah perlu segera membereskan laporan hibah. Keberesan laporan tersebut akan menandakan keadaan good administrative (administrasi yang baik) untuk mendukung clear govenance (pemerintahan yang bersih) dan good governance (pemerintahan yang baik) di setiap pelayanan pejabat pusat dan daerah. Selain itu juga untuk menghindari persoalan hukum ke depan.

     Kelengkapan dokumen hibah barang-barang atau peralatan yang diperlukan pusat Kementerian Pertanian melalui Direktorat Pengolahan dan Pemasaran Hasil Tanaman Pangan (PPHTP) adalah data satuan kerja (Satker) rangkap dua. Kemudian dua lembar surat pernyataan penerimaan hibah bermaterai serta permohonan rangkap dua bermaterai. Selanjutnya dua lembar foto  pejabat penerima alat dan mesin (alsintan) dengan latar belakang alsintan yang diterima.

    “Juga bantuan sosial tunai hibah atau BST dibuat rangkap dua serta naskah perjanjian hibah  rangkap dua bermaterai. Formulir menyangkut dokumen-dokumen tersebut sudah tersedia dan tinggal mengisi,” demikian diungkapkan Kepala Subbag Tata Usaha Direktorat PPHTP Abdi Manglo,SSos pada Rapat Evaluasi Pelaksanaan Kegiatan Tahun Anggaran (TA) 2021 dan Pelaksanaan Kegiatan TA 2022 di Bogor, pada 3-5 November 2021. Acara Rapat Evaluasi yang diikuti para Kepala Dinas Pertanian Provinsi seluruh Indonesia itu dibuka resmi Direktur Jenderal Tanaman Pangan, Kementerian Pertanian Dr Ir Suwandi.

     Menurut Abdi, terkait prosedur usulan dokumen hibah ke Direktorat PPHTP, hal yang menjadi kendala selama ini adalah posedurnya, dimana aset Negara diberikan ke daerah. Aset hibah merupakan pengalihan barang dari kepemilikan  pemerintah pusat  kepada pemerintah daerah atau kepada pihak lain. Di setiap provinsi sudah ada penanggun jawabnya, sehingga penerima di provinsi bisa bekoordinasi lanjut.

Laporan Jangan Tunda Bisa Tersangkut Hukum

      Dia menambahkan bahwa kesadaran pejabat yang mengelola itu di provinsi untuk menyelesaikan hibah tersebut. Dalam hal ini kita saling mengingatkan agar pelaporannya tidak tertunda karena berpotensi masuk ke jalur hukum, dimana apabila alat yang telah diterima berpindah tangan atau dialihkan atau hilang, pihak Kejaksaan Tinggi atau Kejaksaan Agung akan meminta dokumennya.

    “Pihak kejaksaan meintaa dokumen, sementara dokumen itu belum diurus, maka akan bermasalah. Dengan demikian harus segera dilengkapi. Segera diurus dengan rela dan proaktif.   Apabila dokumen hibah belum selesai karena, maka dokumen penghapusan di pusat atau Kementerian Pertanian c.q.Direktorat PPHTP belum bisa dilakukan dan tetap menjadi tanggungjawab pusat. Kalau penghapusan sudah ada tentu tanggungjawab sudah berpindah ke dinas provinsi dengan surat keputusan atau SK Penghapusan Barang,” ungkap Abdi Machmud sembari menambahkan bahwa selama selama aset belum bepindah ke daerah, aset itu akan dianggap hilang dan akan dikenakan pasal pembiaran sebagai pelanggaran hukum.

     Jadi, Abdi menuturkan lebih lanjut, pihak dinas provinsi perlulah proaktif bertemu dengan pihak dinas kabupaten dan kota sebagai penerima aset atau alat dan mesin pertanian itu. Hal ini sekaligus untuk mengantisipasi petugas atau pejabat yang bertanggunjawab di daerah dipindah ke unit kerja lain dan lain sebagainya. Apabila tidak atau belum diselesaikan, maka pemerintah pusat akan mengurangi atau menunda bantuan lanjutan ke provinsi yang bersangkutan dan menarik bantuan yang ada dan dipindahkan ke provinsi atau kabupaten lain. *sembada/henry/rori

komentar

You must be logged in to post a comment.

plaza kemitraan

  JUDUL TERSEBUT DI atas sangat menarik disimak. Bahwa para petani punya utang atau hutang sudah jamak diketahui. Tetapi, misalnya mengapa Dewan Perwakilan Rakyat Republik

Pengantar Redaksi: KONON SAAT INI di Indonesia tidak ada daerah atau desa yang menerapkan pertanian hamparan luas dengan pola pengolahan tanah hingga pemasaran. Satu-satunya yang