Potong Mata Rantai Distribusi, Badan Ketahanan Pangan Kementan dan DPP Perpadi Sepakat Revitalisasi Penggilingan
Monday, 29th June, 2020 | 1038 Views

DENGAN TEKAD BERSAMA menjaga keamanan dan ketahanan pangan nasional, pihak Kementerian Pertanian melalui Badan Ketahanan Pangan sepakat merevitalisasi penggilingan padi dengan pihak DPP Perpadi. Pihak Badan Ketahanan Pangan (BKP) membantu kemudahan pembiayaan dan menghubungkan DPP Perpadi dengan kalangan pemilik uang. Kesepakatan itu sudah ditandatangani oleh Ketua Umum Perpadi Ir Sutarto Alimoeso dengan Kepala BKP Dr Agung Hendriadi.

      Menurut Sutarto, saat ini volume beras di tangan pihak anggota Perusahaan Penggilingan Padi dan Pengusaha Beras Indonesia atau Perpadi masih banyak. Pihak Perpadi sangat siap jadi penyangga beras nasional, sebab menurut perkiraan pihak Badan Pusat Statistik (BPS) hasil panen raya pada Maret mendatang akan kurang untuk memenuhi kebutuhan nasional.

     “Kami di DPP Perpadi sudah punya konsep yang sudah baku untuk penyediaan beras secara nasional.  Pembiayaan untuk penggilingan dari kredit perbankan yang jadi mitra, petaninya dibina oleh Kementerian Pertanian untuk bekerjasama dengan penggilingan padi dan beras hasil olahannya ditampung oleh Perusahaan Umum Badan Urusan Logistik atau Perum Bulog untuk cadangan pangan nasional,” demikian Ketua Umum Perusahaan Penggilingan Padi dan Pengusaha Beras Indonesia (Perpadi) Sutarto Alimoeso, di Kementerian Pertanian, Ragunan Jakarta, belum lama berselang.

       Sebab, Sutarto melanjutkan, bisnis beras bukan bisnis biasa karena diatur oleh negara melalui undang-undang, di mana beras adalah makanan pokok dan diperdagangkan menurut aturan undang-undang juga. Jadi, di sini semua pihak harus saling membuka diri untuk memajukan pertanian, perberasan, penggilingan dan penampungan serta penyalurannya. Cadangan pangan nasional itu ada di pusat, di daerah sampai di masyarakat petani.

        Ini harus diperjuangkan bersama, dimana dalam itu pihak Perpadi terus memperjuangkan kualitas beras dengan merevitalisasi penggilingan padi terutama penggilingan kecil yang jumlahnya mencapai ratusan ribu di seluruh Indonesia atau sebanyak 98 persen dari penggilingan yang ada. Revitalisasi penggilingan itu terutama alat pengering dengan pembiayaan yang dimudahkan tanpa membebani petani dengan aturan yang rumit.

       “Kalau hal ini bisa digalang atau disinergikan, saya kira persoalan ketersediaan beras akan selesai. Artinya, visi presiden bisa diwujudkan oleh semua pihak termasuk petani, sehingga pernyataan Presiden Joko Widodo yang melihat penggilingan padi ketika kecil dan menginjak remaja, lalu jadi mahasiswa, kemudian jadi walikota dan gubernur dan bahkan setelah menjadi presiden penggilingan padi sama saja ketika presiden masih kanak-kanak. Ini sangat memprihatinkan,” kata Sutarto.

      Jadi, katanya lagi, konsep Perpadi yang masih ada dan ingin tetap dijalankan karena persis sesuai dengan visi pemerintah untuk mewujudkan ketahanan pangan nasional. Dalam kaitan itu pihak DPP Perpadi tetap berada di belakang pemerintah. Untuk itu sangat mendesak untuk merevitalisasi penggilingan padi termasuk membangun cluster atau klaster-klaster yang pada gilirannya disebut korporasi sekaligus memotong mata rantai distribusi beras.

       “Artinya, korporasi petani padi dengan kepemilikan lahan sekitar 200 hektare (ha) hingga 300 ha dalam bidang satu hamparan tentunya harus melibatkan penggilingan padi yang ada secara penuh,” katanya.

      Melanjutkan penandatanganan kesepakatan untuk merevitalisasi penggilingan itu Kepala Badan Ketahanan Pangan Dr Agung Hendriadi menyebutkan bahwa m kalau terkait dengan cara memotong mata rantai distribusi pangan, pihak BKP memang telah diminta pemerintah memperkuat penyediaan pangan di semua daerah.

        Dan khusus untuk skema pembiayaan penggilingan itu diakui akan digalang bersama. Pihak BKP akan berusaha bahu-membahu dengan pihak Perpadi yang dikuatkan dengan penandatanganan kesepakatan bersama itu. Kendati demikian, pembiayaan tersebut bukanlah dari dana pemerintah melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau APBN yang dialokasikan di Kementerian Pertanian, namun melalui pembiayaan lain, seperti kredit usaha tani (KUR), dana dari Lembaga Pengelola Dana Bergulir (LPDB) atau dari dana lain yang ada. *sembada/henry

komentar

You must be logged in to post a comment.

plaza kemitraan

  JUDUL TERSEBUT DI atas sangat menarik disimak. Bahwa para petani punya utang atau hutang sudah jamak diketahui. Tetapi, misalnya mengapa Dewan Perwakilan Rakyat Republik

Pengantar Redaksi: KONON SAAT INI di Indonesia tidak ada daerah atau desa yang menerapkan pertanian hamparan luas dengan pola pengolahan tanah hingga pemasaran. Satu-satunya yang