PMK Itu Penyakit Licik Atau Tricky Disease dan Negara Bebas PMK Larang Warganya Ke Indonesia?
Thursday, 7th July, 2022 | 661 Views

Pengantar Redaksi:

TERKAIT PENYAKIT MULUT dan Kuku atau PMK pada ternak yang saat ini melanda Indonesia, Redaksi Media Pertanian online www.sembadapangan.com secara khusus berbincang dengan Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (Dirjen PKH) Kementerian Pertanian masa bakti 1999-2004 Prof Dr Drh Sofyan Sudardjat, MS. Dia mengingatkan bahwa Indonesia pernah berstatus sebagai negara Bebas Penyakit Mulut Kuku pada ternak besar, seperti sapi kerbau serta ternak kecil, seperti babi, kambing dan domba atau biri-biri. Dia juga mengingatkan bahwa negara yang bebas PMK berpotensi mengeluarkan TRAVEL WARNING bagi warganya berkunjung ke Indonesia, sehingga sektor pariwisata akan runtuh. Berikut tuturannya.

     Ternak bunting muda bisa keguguran bahkan bisa mandul. Dari sisi ekonomi yang paling penting harga ternak yang pernah tertular turun drastis bisa sampsi di bawah 50 persen dari harga normal. Selain itu penyakit ini dapat ditularkan melalui udara (air borne disease) dengan daya penularannya dapat sejauh 100 km. Karena itulah pula sebagai PENYAKIT LICIK atau  Trickel Disease atau Tricky Disease.

    Waktu Indonesia masih negara tertular sebelum dinyatakan sebagai negara bebas PMK, negara kita tak bisa ekspor ternak dan hasil ternak ke negara bebas. Jangankan ternak atau hasil produksi ternak, rumput pakan ternak dan pucuk tebu saja dari Indonesia ditolak masuk ke negara bebas PMK, seperti Jepang.

   Apalagi negara bebas PMK, seperti Australia dan Selandia Baru. Negara-negara ini selain menolak ternak dan bahan atau hasil produuksi ternak asal Indonesia pada waktu itu, tetapi juga pesawat dan penumpang dari Indonesia harus disemprot disinfektan sebelum turun landasan. Mungkin tak lama lagi negara-negara tersebut akan memberlakukan lagi tindakan seperti itu  bahkan tindakan TRAVEL WARNING  bagi warganya untuk masuk ke Indonesia.

   Ooh…! Kalau tidak diberantas secara total kerugian tersebut akan diderita setiap tahun. Dan paling menderita adalah masyarakat peternak (ternak rumimansia dan babi) yang jumlah peternaknya lebih  dari 7,5 juta kepala keluarga (KK) atau sekitar 35 juta jiwa. Sebelum penyakit ini diberantas dipastikan akan sulit untuk memajukan usaha peternakan Indonesia. Disamping yang menderita tersebut para peternak kecil atau peternak tradisional juga ternak perusahaan akan menerima dampak negatifnys, seperti perusahaan peternakan sapi perah, perusahaan sapi potong dan perusahaan babi serta perusahaan jenis ternak rentan lainnya.

    Sejak 2005 kita tak melakukan ekspor ternak besar lagi, seperti sapi, kambing maupun domba.  Saya sendiri belum tahu nantinya, apakah produk pangan Indonesia yang mengandung daging atau bahan asal ternak (ruminansia dan babi) akan ditolak atau di larang masuk negara bebas PMK. Kalau hal ini terjadi, maka sangat memprihatinkan bagi para produsen makanan cepat saji yang mencampur daging atau bahan asal ternak yang selama ini melakukan ekspor akan terdampak.

    Kita lihat saja perkembangannya nanti. Tetapi, kalau sampai hal tersebut terrjadi ya hal itu merupakan risiko  akibat segelintir manusia serakah. Dengan berbagai dalih mereka mengatakan bahwa impor daging atau hasil ternak dari negara yang belum bebas PMK sangat dibutuhkan rakyat kecil dan juga mengatakan bahwa impor daging aman walau dari negara tertular PMK.

   Katanya walau negaranya tetular tapi daerah tempat ambil daging adalah zona bebas. Namun, di balik semua pernyataan atau OMONGAN BESAR itu tentu yang dipikirkan ORANG-ORANG SPEKULAN itu adalah keuntungan bila impor daging India terlaksana. Pada waktu saya jadi saksi ahli di Mahkamah Konstitusi (MK), orang-orang atau kelompok spekulan saya sebut sebagai para antek Economic Killer dari India.

   Antek economic killer tersebut  ada yang mengaku pengusaha prorakyat kecil dan memuji-muji bahwa segala sesuatu yang berasal dari India masih bagus dan daging pasti aman. Antek yang lainnya adalah unsur dari anggota terhormat wakil rakyat di DPR Senayan Jakarta yang membidangi pertanian dengan subsektor peternakan yang dengan suara lantang mengatakan MEMBELA RAKYAT, tetapi di bibirnya saja.

   Selanjutnya  antek yang lain adalah para pakar atau para ilmuwan yang secara teknis berdasarkan keilmuannya menyatakan bahwa impor daging itu akan aman-aman saja, padahal yang diungkapkannya masalah penyakit yang ringan-ringan saja, sedangkan akibat yang merugikan rakyat YANG DIWAKILINYA sama sekali tak disinggung. Antek yang terakhir adalah para pejabat struktural yang berwenang mengizinkan untuk melaksanakan impor hasil ternak tersebut dengan berbagai alasan. Juga termasuk alasan yang diungkapkan oleh para antek lainnya. *sembada/rori/henry

komentar

You must be logged in to post a comment.

plaza kemitraan

  JUDUL TERSEBUT DI atas sangat menarik disimak. Bahwa para petani punya utang atau hutang sudah jamak diketahui. Tetapi, misalnya mengapa Dewan Perwakilan Rakyat Republik

Pengantar Redaksi: KONON SAAT INI di Indonesia tidak ada daerah atau desa yang menerapkan pertanian hamparan luas dengan pola pengolahan tanah hingga pemasaran. Satu-satunya yang