Petani Karo Tamrin Tarigan: Jagung Saya Ini Belum Sembuh Betul Karena Baru Sekali Semprot
Thursday, 16th January, 2020 | 922 Views

PARA PETANI JAGUNG di Kecamatan Munte, Kabupaten Karo optimis bisa mengalahkan ulat grayak Spodoptera frugiperda yang berasal dari Amerika. Hal itu telah dibuktikan para petani bukan saja di Kabupaten Karo, Provinsi Sumatera Utara (Sumut), tetapi juga di kabupaten lain di Sumut. Contohnya, di Kecamatan Batang Kuis dan di Kecamatan Tanjung Morawa, Kabupaten Deli Serdang. Ulat-ulat yang diakui para petani sangat ganas itu bisa dikalahkan sampai ‘tewas’ tanpa kerusakan parah pada tanaman.

        Tersebutlah nama petani yang menjadi suami istri di Kecamatan Kuto Baru, Kecamatan Munte bernama Tamrin Tarigan,SE dan istrinya Biwa boru Sembiring Meliala,SE. Kedua petani ini adalah SARJANA EKONOMI yang balik desa dan bertani. Mereka memilik lahan pertanaman jagung warisan orangtua seluas hampir dua hektare (ha).

       Tamrin (50) bercerita bahwa bahan racun yang disemprotkan pada tanamannya adalah beli sendiri atas kemauan sendiri setelah mendapat cerita-cerita sesama petani. Tamrin mengikuti saran para petani lainnya untuk memberantas ulat grayak Amerika Spodoptera frugiperda itu. Dari pengalaman tersebut tanaman jagungnya yang waktu itu berumur satu minggu bisa pulih atau tumbuh kembali dengan normal.

       “Saran para petani lain itu baik. Ya, kami ikutilah karena tidak ada salahnya. Pengaruhnya besar sekali karena jagung saya sembuh dari sakitnya. Kami senang karena ada harapan tumbuh dan bisa panen,” kata Tamrin yang dianggukkan istrinya, Biwa boru Sembiring (49).

       Tamrin Tarigan menambahkan bahwa di tanaman jagungnya masih ada ulat dan telur kupu-kupu. Dia berkata: “Ini yang terlihat putih-putih adalah telur calon ulat. Dan yang kecil-kecil ini adalah ulat grayak itu yang nanti beberapa hari ke depan akan besar dan memakan daun-daun jagung ini. Dan tanaman jagung yang terlihat sekarang ini belum sembuh benar karena baru sekali penyemprotan. Biasanya harus dilakukan penyemprotan sekali lagi agar sembuh dan ulat-ulat yang ada di sini akan mati semua.”

      Biwa boru Sembiring Meliala yang memakai masker pelindung kulit wajah dari sengatan matahari menambahkan bahwa mereka belum melakukan penyemprotan kedua. Sebab utamanya adalah karena suaminya, Tamrin, demam atau meriang. Suaminya itu terserang penyakit mata, sehingga sulit melihat dengan jelas. Semestinya telah dilakukan penyemprotan kedua agar ulat grayak itu bisa mati semua.

       “Belum. Belum disemprot lagi. Mata suami saya ini bermasalah, sehingga ulat masih ada karena tidak disemprot yang kedua kali. Mestinya katadu atau ulat ini sudah mati semua dan jagung kami benar-benar sembuh,” demikian keterangan Biwa.

Pemupukan Kurang Karena Mahal

     Menurut Tamrin, ada anjuran penyuluh dan petugas pengendali organisme pengganggu tumbuhan agar tanaman jagung itu disemprot sampai tiga kali hingga menjelang panen. Kalau sudah sembuh dari sakit mata hal itu akan dilaksanakan. Namun, ulat-ulat yang menyerang tanaman jagung itu tidak berakibat kematian terhadap tanaman jagung.

       “Cuma daunnya saja terlihat jelek karena sebagian habis dimakani ulat ini. Dengan pemupukan lanjutan dengan urea, KCL dan PSP, maka pertumbuhan jagung akan bagus lagi. Namun, sekarang ini kurang begitu bagus tumbuh jagung milik kami karena kami kurang memberi pupuk yang cukup. Sebab, sekarang ini harga pupuk sangat mahal, sehingga pemupukan kami kurangi sesuai dengan kemampuan yang ada saja,” Tamrin melanjutkan keterangannya.

      Tamrin juga menuturkan bahwa keberadaan ulat-ulat itu bisa saja menurunkan hasil seperti panen yang lalu, tetapi tidak sampai gagal panen atau puso. Dan kalau nanti hasil panen menurun, pastilah karena kekurangan pupuk. Harganya mahal. Kalaupun hasilnya kurang atau bonggolnya tidak maksimal pastilah karena pengaruh pupuk itu.

         Menurut Biwa boru Sembiring, lahan ini sudah ditanami jagung lima kali dan panen lima kali. Pertanaman yang kali ini adalah yang keenam. Dan serangan ulat grayak baru muncul pada 2019. Pada panen Agustus 2019 lalu hasilnya memang berkurang dari 9 ton per ha biasanya dapatnya hanya 8 ton per ha.

       Ia menyebutkan bahwa harga pupuk urea pada tanam yang lalu mencapai 300.000 rupiah untuk satu karung, padahal sebelumnya hanya 60.000 untuk satu karungnya. Karena kondisi itu pemupukan tanaman jagun dikurangi. Untuk lahan hampir dua hektare itu dibutuhkan empat karung urea, tiga karung KCL dan dua karung PSP. Artinya, hasil penen yang lalu bukan karena ulat grayak semata, tetapi bisa saja karena kekurangan pupuk. * sembada/rori/henry

komentar

You must be logged in to post a comment.

plaza kemitraan

  JUDUL TERSEBUT DI atas sangat menarik disimak. Bahwa para petani punya utang atau hutang sudah jamak diketahui. Tetapi, misalnya mengapa Dewan Perwakilan Rakyat Republik

Pengantar Redaksi: KONON SAAT INI di Indonesia tidak ada daerah atau desa yang menerapkan pertanian hamparan luas dengan pola pengolahan tanah hingga pemasaran. Satu-satunya yang