Petani Jagung Susah Justru Saat Panen
Sunday, 4th October, 2015 | 1256 Views

 

Setiap tiba masa panen jagung justru petani susah karena harga sangat rendah. (Foto:sembada/ist)

Setiap tiba masa panen jagung justru petani susah karena harga sangat rendah. (Foto:sembada/ist)

KENAPA petani jagung susah kendati sudah panen? Betulkah pada setiap panen ada “kejahatan” pihak pengusaha yang bermain dengan produsen pakan ternak untuk mendapat harga sangat murah agar mendapat keuntungan puluhan kali lipat? Di manakah mata pemerintah?

Tentu pertanyaan demi pertanyaan akan mudah menjawabnya termasuk oleh pemerintah sebagai pemilik “pedang” regulasi. Panen raya jagung sudah berlangsung di Nusa Tenggara Timur (NTT), NTB, Jawa Timur dan Lampung.

Keluhan petani tentang rendemen 14 persen yang ditentukan pengusaha sudah dikobarkan petani sejak awal 2000-an hingga 2006 yang lalu. Keluhan yang sama dikeluhkan jua pada 2015 ini. Ada apa? Ini tidak bisa dijawab “oleh siapa pun” untuk petani dan kepada petani yang bertanya dan mengeluh termasuk oleh Dewan Jagung Nasional (DGN) sejak dewan itu ada maupun oleh pemerintah.

Namun, boleh jadi kesusahan petani bisa terobati apabila tercapai swasembada jagung dalam tiga tahun ini seiring dengan swasembada beras dan kedelai yang diproyeksikan sampai 2017. Artinya, untuk 2018 nanti sudah betul-betul berkecukupan atau tahan atau kuat (sembada) oleh dan untuk diri sendiri (swa) atau swasembada.

Desember Tutup Impor

Kenapa gerangan? Kita lihat dan dengarlah pernyataan Direktur Budidaya Aneka Kacang dan Umbi (Akabi), Direktorat Jenderal Tanaman Pangan, Kementerian Pertanian Dr Ir Maman Suherman bahwa impor jagung telah digariskan ditutup pada Desember 2015 mendatang. Volume impor itu diperkirakan antara 3 juta hingga 4 juta ton per tahun terutama untuk kebutuhan pabrik pakan ternak.

Selain itu juga budidaya jagung akan ditambah luasannya 1 juta hektare (ha) dari yang ada sekarang. Tujuannya adalah untuk menambah volume produksi sebesar 5 juta ton jagung pipilan menjadi sekitar 20 juta ton.  Namun, untuk mengatasi kemerosotan harga, pemerintah harus menanggungnya dengan mengeluarkan peraturan baru untuk itu.

Berbicara pada Seminar Nasional Mewujudkan Kedaulatan Pangan, beberapa waktu lalu, Suherman mengatakan bahwa harga produksi jagung saat ini adalah 1.500 rupiah pe kilogram (kg), tetapi harga jagung saat ini merosot sampai 2.400 rupiah per kg. Kisaran harga seperti ini sangat merugikan petani karena untuk mendapatkan titik impas saja tidak mungkin lagi.

Untuk menjawab keluhan petani, menurut Suherman, pihak Perusahaan Umum Badan Urusan Logistik (Perum Bulog) harus membeli jagung petani. Tetapi, kenyataannya pihak Perum Bulog tidak berminat mengurusi jagungnya petani.

Dalam kaitan itulah pemerintah harus menerbitkan Instruksi Presiden (Inpres) mengatur harga pembelian pemerintah (HPP) untuk jagung sebagaimana telah dilakukan pada kedelai. Dengan demikian, harga jagung petani akan terjaga ketika terjadi “gonjang ganjing” harga terutama saat panen raya. HPP tersebut sudah sangat diperlukan dan pihak Kementerian Pertanian akan mendorong penerbitannya. *sembada/mare

komentar

You must be logged in to post a comment.

plaza kemitraan

  JUDUL TERSEBUT DI atas sangat menarik disimak. Bahwa para petani punya utang atau hutang sudah jamak diketahui. Tetapi, misalnya mengapa Dewan Perwakilan Rakyat Republik

Pengantar Redaksi: KONON SAAT INI di Indonesia tidak ada daerah atau desa yang menerapkan pertanian hamparan luas dengan pola pengolahan tanah hingga pemasaran. Satu-satunya yang