Pertanian dan Kemiskinan Hingga Periode 74 Tahun Indonesia Merdeka Masih Merisaukan
Sunday, 18th August, 2019 | 867 Views
|
Oleh Chairul Arifin
Drh Chairul Arifin

Drh Chairul Arifin

SEKTOR PERTANIAN TERUTAMA tanaman pangan maupun posisi petani Indonesia hingga 74 tahun Indonesia merdeka masih merisaukan. Betapa tidak? Dari Survei Pendapatan Rumah Tangga Usaha Pertanian yg merupakan kelanjutan Sensus Pertanian 2013 diketahui  kini ada 16,55 juta Rumah Tangga Pertanian ( RTP) di Indonesia. RTP ini didominasi oleh tanaman pangan yg jumlahnya 8,61 juta RTP atau hampir 52 persen dan perkebunan 4,72 juta RTP atau 28,52 persen. Selanjutnya hortikultura 1,3 juta RTP atau 7,6 persen dan peternakan  berjumlah 960,8 ribu RTP atau 5,8 persen  dan sisanya dari perikanan dan kehutanan.

           Dari jumlah RTP ini rata-rata pendapatannya secara nasional sebesar 26,56 juta rupiah per tahun per kapita atau kalau dibagi 12 bulan untuk setahun nilai tersebut hanya sekitar 2,21 juta rupiah per bulan per orang atau per kapita yang diperoleh dari usaha pertanian dan nonpertanian. Dari usaha pertaniannya ternyata hanya sebesar 12,41 juta rupiah per tahun  atau  46,74 persen dan selebihnya dari nonpertanian, seperti buruh dan pekerjaan lain di luar sektor pertanian.

       

      Apabila angka 12,41 juta rupiah per tahun itu dibagi 12 bulan untuk setahun itu, maka hasilnya hanya 1,031 rupiah atau digenapkan saja 1 juta rupiah per bulan. Kalau dalam satu keluarga dihitung saja hanya suami dan istri, maka penghasilan dalam sebulan HANYA 500.000 RUPIAH. TERLIHATLAH KEMISKINAN ITU SANGAT JELAS TERANG BENDERANG.

        Gambaran inilah yang saya sebut sebagai  tentu saja sangat merisaukan kita karena sebagian besar RTP adalah tanaman pangan yang porsinya cukuplah besar, yakni 52 persen dan sektor pertanian sebagai usaha semakin tidak menarik di tengah gempuran konversi lahan dan urbanisasi. Inilah yang menimbulkan kantung-kantung informal di perkotaan karena pendidikan mereka sebagian besar tidak tamat sekolah dasar atau SD dan lulusan SD. Data Badan Pusat Statistik atau BPS menunjukkan bahwa pada 2017 penduduk yang tidak pernah duduk di bangku sekolah masih berjumlah 36,02 persen dan 31,85 persen tamat SD.

         Dari rata-rata pendapatan RTP dengan sumber pendapatan dari subsektor, maka dari usaha perkebunan menduduki posisi tertinggi, yaitu sebesar  30 juta rupiah diikuti oleh hortikultura 27,4 juta rupiah, peternakan 24,416 juta rupiah dan terakhir tanaman pangan 19,5 juta rupiah masing-masin  per kapita per tahun. Peternakan dan tanaman pangan berada dalam posisi di bawah pendapatan rata-rata nasional yang besarnya hanya 26,561 juta rupiah.

Indikator Kemiskinan

        Selanjutnya untuk mengukur kemiskinan ini dapat digunakan indikator, antara lain berapa proporsi pengeluaran untuk makanan, nilai index Gini, nilai batas kemiskinan dan angka Nilai Tukar Petani.

  1. Dari proporsi pengeluaran untuk makanan pada umumnya dipakai rule of thumb Engel yg menjelaskan bahwa apabila persentase pengeluaran penduduk untuk makanan mencapai lebih 80 persen, maka sudah tergolong penduduk miskin. Pada 2017 dilaporkan pengeluaran RTP uuntuk makanan sebesar 60,23 persen yang berarti di bawah 80 persen atau sudah dapat keluar dari poverty line Engel walaupun masih lebih besar dari pengeluaran untuk nonmakanan
  2. Bagaimana bila dilihat dari Nilai Gini Index-nya yang menjelaskan pengukuran ketimpangan atau kemerataan pendapatan RTP itu. Karena ukuran ini adalah dispersi statistik untuk mewakili distribusi pendapatan RTP, maka setelah pengukurannya dilakukan ternyata berbeda antara RTP dan Rumah Tangga nonpertanian. RTP pendapatannya lebih merata yang ditunjukkan dari nilai index-nya yang hanya sebesar 0,314 hingga 0,323 selama kurun waktu 4 tahun pada 2013 sampai 2017 berturut turut, sedangkan Rumah Tangga nonpertanian nilainya 0,395 sampai 0,421. Nilai ini dapat disimpulkan bahwa RTP tergolong ketimpangannya rendah dan nonpertanian kategori sedang.
  3. Bila dikaitkan dengan nilai ambang batas garis kemiskinan menurut BPS yang menetapkan batas 374,478 rupiah perkapita perbulan, maka berdasarkan subsektor selama 2012 hingga 2014 menunjukkan bahwa hortikultura jumlah penduduk miskinnya mengalami kenaikan 4,21 persen, tanaman pangan menurun 20,84 persen, peternakan menurun 8,97 persen dan perkebunan turun 8,63 persen per tahunnya.

      Sayangnya sejak 2015 BPS tidak lagi menyajikan data subsektor. Tetapi, kita tahu bahwa perkembangan penduduk miskin di Indonesia dengan rata-rata penurunan 0,28 persen  per tahun selama 2013 hingga 2017, yaitu dari 28,07 jiwa menjadi 27,77 jiwa dan persentasenya 10,64 pesen dari jumlah penduduk pada 2017. Pada saat ini jumlah penduduk miskin Indonesia sudah lebih rendah lagi, yaitu di kisaran satu digit 9,37 persen.

  1. Nilai Tukar Petani atau NTP adalah perbandingan antara indeks yang diterima petani dan indeks yang dibayarnya dikalikan 100 NTP ini menggambarkan tingkat daya beli petani untuk memenuhi konsumsi rumah tangga dan usaha lainnya. Secara nasional pada rentang 2014 hingga 2017 sedikit mengalami penurunan 0,25 persen, sehingga pada 2017 menjadi 101,28. Namun, data pada 2018 meningkat 102,25.  Menurut subsektor pada 2018 NTP tanaman pangan 101,93, hortikultura 100,91, perkebunan 99,36 dan peternakan 107,34. Subsektor peternakan meraih tertinggi.

Demikianlah profil pertanian kita ditinjau secara makro terkait dengan kemiskinan. Satu hal yang merupakan prestasi besar adalah penurunan angka kemiskinan kita yang SUDAH DI ANGKA satu digit. Perkiraan sektor pertanian akan dapat mengentaskan kemiskinan benar-benar terjadi pada 2045 saat kita merayakan 100 tahun kemerdekaan. Namun, tantangan untuk meningkatkan tarfa hidup petani masih menghadang kita di tengah pemakaian internet atau di tengah perekonomian yang oleh Boeke disebut ekonomi dualistik.  Sumber: SUSENAS BPS dan Pusdatin (2018) diolah.

* Chairul Arifin adalah Pensiunan Departemen Pertanian RI (kini Kementerian Pertanian) dan masih aktif mendedikasikan pikirannya untuk kemajuan bangsa.

komentar

You must be logged in to post a comment.

plaza kemitraan

  JUDUL TERSEBUT DI atas sangat menarik disimak. Bahwa para petani punya utang atau hutang sudah jamak diketahui. Tetapi, misalnya mengapa Dewan Perwakilan Rakyat Republik

Pengantar Redaksi: KONON SAAT INI di Indonesia tidak ada daerah atau desa yang menerapkan pertanian hamparan luas dengan pola pengolahan tanah hingga pemasaran. Satu-satunya yang