Pemerintah Kurang Peduli Konsumsi Ayam Bukan Ras Atau Ayam Kampung Indonesia Sangat Rendah
Sunday, 28th June, 2020 | 764 Views

KINI AYAM LOKAL yang lazim dikenal ayam kampung atau bukan ras (buras) kurang diperdulikan pemerintah untuk kebutuhan konsumsi massal. Akibat kekurangpedulian itu konsumsi ayam kampung sangat rendah. Pihak Himpunan Peternak Unggas Lokal Indonesia atau Himpuli meminta pemerindah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk mengalokasikan sedikitnya 25 persen konsumsi ayam lokal secara nasional. Untuk itu political will pemerintah dan legislatif untuk berpihak harus jelas dan terang kepada peternak rakyat. Dana rakyat berupa Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2021 mendatang yang akan segera dibuka pembahasannya, ternak buras harus masuk.

      Menurut Ketua Umum Himpuli Ade Zulkarnain, pemahaman tuan rumah di negeri sendiri tidak berbeda dengan komunitas lain. Sasaran Himpuli ke depan adalah setidaknya 25 persen kontribusi unggas lokal terhadap produksi unggas nasional dalam waktu 20 tahun. Dan angka tersebut juga untuk konsumsi secara nasional.

      Dia menambahkan bahwa hingga saat ini pihak Himpuli mewadahi peternak ayam buras dan itik di pedesaaan dengan jumlah ternak antara 50 ekor hingga 100 ekor atau sampai 500 ekor. Hal itu telah diakomodir oleh pemerintah melalui Direktorat Jenderal Peternakan pada 2007 yang merupakan lanjutan dari peran aktif pemerintah melakukan penilaian terhadap peternakan rakyat di pedesaan.

       “Peternakan rakyat harus bangkit atau dibangkitkan terutama pada momentum 75 tahun Indonesia merdeka. Unggas lokal harus menjadi rumah di negeri sendiri. Kendati  segment pasar ayam kampung dan itik terbatas, komoditi itu harus diperhatikan pemerintah,” demikian Ade Zulkarnain kepada Media Pertanian online www.sembadapangan.com di Jakarta, belum lama berselang.

        Selanjutnya Ade Zulkarnain menyebut bahwa kontribusi ayam lokal di Vietnam total produksi dan fungsi unggasnya lebih dari 73 persen, dan di Cina 60 persen unggas lokal. Kemudian perkembangan selanjutnya di Birma atau Myanmar sudah makin berkembang karena diperdulikan pemerintahnya, padahal sumber genetik ayam itu ada di Indonesia.

     Juga dikatakan bahwa Indonesia telah menjadi pusat dominasi ayam dunia oleh pihak Badan Pangan dan Pertanian Dunia (FAO-Food and Agricaulture Organization) dan ILRI Internasianal Livestock Research Institute (ILRI). Kini pusat domistik ayam dunia telah beralih ke Cina, Lembah Hindus dan Indonesia sendiri. Ini didasarkan pada  penelitian mereka, penelitian fosil ayam, genetik dan karakteristik ayam.

Aktivitas Politik Praktis

        Menurut Ade Zulkarnain, regulasi hukum tertinggi di peternakan adalah Undang-undang (UU) Peternakan dan Kesehatan Hewan, baik UU No 18/2009 maupun junto UU No 41/ 2014. Di situ ada Pasal 10 yang mengamanatkan untuk pemuliaan dan pembudidayaan pemerintah harus mengutamakan memanfaatkan sumberdaya genetik ternak lokal asli Indonesia.

     Memang, katanya, pada 2018 pemerintah telah mempunyai program kerja untuk bedah kemiskinan rakyat sejahtera yang diinisiasi oleh Menteri Andi Amran Soelaiman. Namun, pihak Himpuli tidak melihat sesuatu langkah untuk mengembangkan unggas lokal secara terstruktur. Hal itu terjadi karena hanya cenderung pada aktivitas politik praktis menjelang Pemilihan Umum. Pada 2102 sama sebelumnya tahun 2007 ada namanya kegiatan budidaya unggas di pedesaan kemudian dilanjutkan pada 2019 dengan membantu 200.000 kepala keluarga (KK) miskin mendapat bantuan minimum 50 ekor ayam. Selanjutnya pemerintah memberi bantuan ayam campuran yang justru merusak ayam kampung Indonesia.

Pembibitan Ayam Kampung

       Ketua Umum Himpuli Ade Zulkarnain mengungkapkan bahwa unsur yang harus diperbaiki adalah di hulu, yaitu pembibitan yang menjadi urusan pemerintah dan pihak swasta yang punya legalitas di bidang itu. Peran pemerintah sudah dilakukan oleh dua institusi, yaitu badan litbang dan Direktorat Pebibitan. Dengan Litbang sejak 1999 melakukan seleksi terhadap ayam-ayam lokal yang produktivitasnya tinggi yang selanjutnya menghasilkan ayam KUB.

     “Perlu saya sampaikan bahwa kontribusi ayam lokal itu saat ini belum sampai 6 persen,  tetapi pemerintah sudah mengakui 12 persen entah dari mana asalnya. Bagaimana di hulu ini menciptakan usaha pembibitan secara terstruktur. Kita perlu GP ayam lokal. Kita perlu PS ayam lokal dan barulah ditampilkan kepada masyarakat berupa finalstock. Begitu,” katanya

       Untuk pengembangan ayam lokal ini Indonesia butuh meriview program vilage foltry farming, dimana kepemilikan ternaknya tidak perlu banyak-banyak. Untuk setiap anggota atau per keluarga kelompok ternak bisa 100 ekor atau 150 ekor. Kalau satu kelompok ada 20 anggota, maka ayam atau itik itu sudah berjumlah sangat banyak. Untuk satu kecamatan saja pastilah bisa menggerakkan perekonomian wilayah bahkan per kabupaten.

      Siapa pun pemilik usaha di masa pendemi virus korona telah terpukul. Ada yang bangkrut dan ada yang hampir bangkrut tidak terkecuali di ayam lokal. Tetapi, sejak beberapa tahun ayam lokal tidak pernah jatuh, bahkan dalam kondisi pandemi korona saat ini harga ayam lokal naik. Selain itu tingkat permintaan di eceran modern dan di pasar juga naik. Ayam lokal atau ayam kampung, tetapi dicari dan disukai kendati harganya tinggi.

     Dengan demikian, menurut pihak Himpuli, pemerintah harus mengatur bagaimana mengkonsumsi daging ayam jangan yang sifatnya reaktif harus yang antisifatif  ke depan. Janganlah berkampanye untuk mengkonsumsi ayam, tetapi pesertanya adalah stakeholder peternakan juga. Ini gagal paham. Salah fungsi. Pada 2009 sudah ada blueprint ayam lokal, lalu direvisi pada 2006. Hingga 2020 ini tidak ada kabar apapun tentang itu. Seharusnya blueprint ini bisa menjadi tolak ukur perunggasan nasional. *sembada/henry

komentar

You must be logged in to post a comment.

plaza kemitraan

  JUDUL TERSEBUT DI atas sangat menarik disimak. Bahwa para petani punya utang atau hutang sudah jamak diketahui. Tetapi, misalnya mengapa Dewan Perwakilan Rakyat Republik

Pengantar Redaksi: KONON SAAT INI di Indonesia tidak ada daerah atau desa yang menerapkan pertanian hamparan luas dengan pola pengolahan tanah hingga pemasaran. Satu-satunya yang