Olahan Ubi Cilembu Produk Menonjol Dari Sumedang Dipasarkan Online Hingga Hong Kong Juga Kanada
Monday, 30th November, 2020 | 941 Views

KENDATI BANYAK PETANI penggarap di Kabupaten Sumedang, Provinsi Jawa Barat (Jabar) tidak memiliki lahan sendiri, hasil budidaya ubi jalar dan ubi kayu telah mengubah taraf hidup mereka. Bisa menyekolahkan anak ke pendidikan tinggi, memperbaiki rumah dan membeli sepeda motor. Pemasaran olahan ubi itu dilakukan secara online di Face-Book (FB), WhatsApp (WA) dan Insta-Gram (IG) dan sudah diminati konsumen dalam negeri serta mancanegara.

    Ada tiga kategori petani yang dominan di Kabupaten Sumedang, yaitu pemilik lahan langsung, petani penggarap dan petani penyewa. Saat ini luas baku lahan sawah di Kabupaten Sumedang mencapai 31.167 hektare (ha). Pola bertani yang dilakukan adalah ubi-padi-ubi. Artinya, untuk komoditi ubi bisa mencapai indeks pertanaman (IP) dua kali dalam setahun.

    Hal tersebut disampaikan oleh Sekretaris Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Kabupaten Sumedang Ir Rudi Suprayogi, MM kepada Media Pertanian online www.sembadapangan.com di Kuningan, Kabupaten Kuningan, bertepatan penyelenggaraan Rapat Koordinasi Teknis Percepatan Tanam 2020, belum lama berselang.

    Rudi menyebutkan bahwa bagi petani yang lahannya sempit, kehidupan dari bertani semata-mata tentu tidak bisa diandalkan. Karena itu petani harus cerdas menyiasati keadaan dengan cara mengolah hasil pertanian dan juga beternak. Pengolahan hasil pertanian, seperti ubi jalar (Ipomea batatas) dan ubi kayu (Manihot utilissima) sudah meluas. Misalnya, ubi jalar diolah jadi keripik berbagai rasa dan ubi kayu diolah jadi modified cassava flour atau mocaf, tapioka dan gethuk.

    “Pemasarannya sudah via jasa online yang ada saat ini di Indonesia kepada sesama petani dengan membentuk kelompok atau grup. Selain itu juga ada grup antara penjual atau petani dengan konsumen. Jadi, para petani menggalang pemasaran dengan berbagai pihak,” demikian Rudi Suprayogi. Dia didampingi oleh Kepala Bidang Tanaman Pangan (Kabid TP) Ir Nunung Satria.

Ekspor Ubi Cilembu Ke Hong Kong

   Menurut Nunung Satria, para petani di Kabupaten Sumedang terutama di Desa Cilembu, Kecamatan Pamulihan, secara umum para petani mengolah ubi dengan cara dioven. Ubi spesifik lokasi atau indikasi geografis (IG) itu dijual dalam bentuk bahan baku mentah dan matang hasil ovenan.

    “Namun, seiring perkembangan pemasaran dan selera konsumen, ubi Cilembu itu kini ada yang dibuat keripik beragam rasa. Selain itu juga dibuat dodol,” ungkap Nunung Satria seraya menambahkan saat ini petani menggarap lahan seluas 42 ha untuk ubi Cilembu di Kecamatan Pamulihan. Produktivitas ubi Cilembu mencapai 15 ton per ha.

   Disebutkan pula bahwa saat ini ubi Cilembu terutama yang ungu telah diekspor ke Hong Kong dalam bentuk matang atau sudah dioven. Ubi yang demikian bisa bertahan selama tiga minggu dan sesampai ke tangan konsumen sudah bisa langsung dikonsumsi. Ketahanan makanan berbahan baku ubi matang itu sudah dijamin pengemasannya, sehingga mutunya bisa terjamin sampai kepada konsumen.

   Menyangkut ekspor itu Ketua  Korporasi Ubi Jalar Sumedang Eman Wadin menyebutkan bahwa sebanyak 103 kelompok tani telah bergabung untuk sama-sama memajukan dan meningkatkan taraf hidup petani. Organisasi korporasi itu dibentuk untuk mendorong kebersamaan dan koordinasi pola budidaya ubi jalar Cilembu.

    Menurut Eman, para anggota dari masing-masing kelompok tani ada yang mencapi 25 orang, tetapi ada juga yang 20 orang. Jadi, semua itu masuk dalam korporasi termasuk penjamin harga atau off-taker atau afalis yang membeli hasil panen petani.

   Selanjutnya  offe-taker PT Bona Vista Izurswara mengatakan bahwa dirinya sebagai penjamin hasil panen memberikan dana stimulan kepada petani pembudidaya. Besarnya adalah mencapai dua juta rupiah tanpa bunga. Pengembalian dana itu adalah berupa potongan uang penjualan sesuai jumlah pinjaman itu.

     “Kami bekerjasama dengan para petani pembudidaya ubi jalar Cilembu. Secara rata-rata modal awal bagi petani untuk luasan 100 tumbak atau 1.400 meter persegi adalah dua juta rupiah. Setiap bulannya hampir 10 ha yang ditanami  ubi jalar tersebut,” Izur menambahkan.

     Dia menambahkan bahwa penyaluran dana untuk petani mitra dalam satu bulan itu untuk 30 ha adalah sekitar 600 juta rupiah. Setelah 4 bulan atau masa panen  semua hasil panen mereka  dibayar dan dipotong modal awal yang mereka pinjam dari off-taker.

    Disebutkan, produksi ubi yang dihasilkan dari lahan bekas padi bisa mencapai 25 ton per ha, sedangkan hasil dari lahan tegalan hanya bisa mencai 7 ton per ha. Hasil ubi paling bagus adalah yang ditanami pada pada ketinggian lahan minimal 700 meter di atas permukaan laut (DPL). Nilai kebagusan tersebut adalah kadar gula (brick) 13 persen.

    Selanjutnya Bendahara Korporasi Ubi Jalar Sumedang Dinta menyebutkan bahwa pihaknya berupaya membuat kontrak pembelian dengan petani mitra. Harga yang ditentukan adalah berdasarkan harga pasar yang sedang berlaku. Jika harga ubi jalar mencapai 2.000 rupiah per kilogram (kg), tetapi saat panen harganya merosot di bawah 2.000 rupiah per kg, maka tetap dibayar senilai kontrak. Dan kalau harganya di atas itu, semisal menjadi 4.000 rupiah per kg, maka ada kesepakatan dengan petani dengan mengambil harga tengah sebesar 3.000 rupiah per kg. Artinya, petani masih tetap beruntung.

    Dia menambahkan bahwa ubi jalar yang diekspor itu adalah ke Hong Kong mencapai puluhan ton setiap bulan. Khusus ubi yang setelah disortir tidak masuk kategori ekspor, maka bahan baku tersebut bisa dimanfaatkan secara maksimal. Diharapkan produk ubi itu jangan ada yang terbuang, tetapi bisa diolah menjadi pakan ternak. Bahkan ubi yang rejected atau ditolak sebagai produk ekspor bisa diolah sendiri oleh petani menjadi pasta, es krim dan dodol.

     Terkait hal itu Cucu Mahfudin, Koordinator Alsintan dan Pascapanen Korporasi Ubi Jalar Cilembu mengatakan pihaknya bersama para petani masih mengharapkan ada bimbingan teknik pengolahan. Bimbingan itu diharapkan dari pemerintah pusat maupun dari Dinas Pertanian Kabupaten Sumedang.

Ekspor Olahan Ubi Ke Kanada

    Menurut Ketua Kelompok Wanita Tani (KWT) Putri Kareumbi Desa Cilembu, Kecamatan Pamulihan, Kabupaten Sumedang, Utik Mulyati, pihaknya sudah mengekspor keripik ubi jalar ke Kanada. Sesuai kesepakatan atau perjanjian, produk yang diekspor itu tidak boleh dijual di Indonesia. KWT Putri Kareumbi berdiri pada Februari 2016 dengan jumlah anggota 30 orang.

    “Memang sudah disepakati. Produk yang diminta konsumen di Kanada tidak boleh dijual lagi di Indonesia. Hanya untuk mereka. Produk ekspor  tersebut adalah keripik seharga 100.000 rupiah per 90 gram dan tepung ubi seharga 800.000 rupiah per kg,” demikian Utik yang memproduksi keripik merek Ma Utik menyebutkan.

     Sobandi, Koordinator Penjualan KWT Putri Kareumbi mengatakan bahwa harga kripik ubi Cilembu mencapai 45.000 rupiah per kg, sedangkan harga ubi ungu Cilembu mencapai 50.000 rupiah per kg. Untuk kemasan ukuran 150 gram harganya adalah 10.000 rupiah, ukuran 250 gram adala 13.000 rupiah dan keripik ukuran 500 gram adalah 23.000 rupiah.

    Selain itu KWT Putri Kareumbi juga menyediakan pati ubi dengan harga 10.000 rupiah per kg dan tepung ubi Cilembu seharga 17.000 per kg. Selanjutnya harga tepung ubi ungu Cilembu adalah 17.000 rupiah per kg. Sebanyak 200 kg olahan ubi mendapat sebanyak 80 kg kripik untuk sekali proses. Semua itu diolah menjadi dodol, egg roll, stick dan tepung.

     Menurut Sobandi, walaupun saat ini sudah ekspor, tetapi KWT Putri Kareumbi belum memiliki rekening. Jadi, hasil penjualan dan keuntungan yang diperoleh langsung dibagi-bagi kepada anggota terutama yang terlibat pada budidaya dan pengolahan. Selain dititipkan di ruang pamer KWT Putri Kareumbi, para anggota juga kebanyakan menjual sendiri hasil taninya berupa ubi bakar saja. Hal itu dilakukan di rumah sendiri atau dibawa ke pasar untuk dibakar sesuai kebutuhan konsumen. *sembada/rori/henry

komentar

You must be logged in to post a comment.

plaza kemitraan

  JUDUL TERSEBUT DI atas sangat menarik disimak. Bahwa para petani punya utang atau hutang sudah jamak diketahui. Tetapi, misalnya mengapa Dewan Perwakilan Rakyat Republik

Pengantar Redaksi: KONON SAAT INI di Indonesia tidak ada daerah atau desa yang menerapkan pertanian hamparan luas dengan pola pengolahan tanah hingga pemasaran. Satu-satunya yang