Lebih Jauh Dengan Keanekaragaman Hayati dan Ketahanan Pangan
Friday, 31st May, 2019 | 903 Views
|
Oleh Drh Chairul Arifin

Drh Chairul Arifin (Foto:sembada/rori)

Drh Chairul Arifin (Foto:sembada/rori)

SELAMA BEBERAPA HARI terakhir ini berturut-turut satu media arus utama menyajikan berita tentang ancaman satu juta spesies yang akan punah. Kehancuran spesies tersebut termasuk di Indonesia disebabkan oleh ulah manusia. Apalagi kondisi Indonesia sebagai negara kepulauan, mempermudah Indonesia rapuh dari pencurian dan pengambilan plasma nutfah secara ilegal.

             Ada laporan yang sangat layak dipercaya akhir-akhir ini bahwa lebih dari sembilan persen dari semua jenis yangg diternakkan untuk pangan dan pertanian telah punah pada 2016 dengan setidaknya 1.000 jenis lain terancam. Para ilmuwan memperkirakan dari sekitar delapan juta hewan dan tumbuhan yang  ada, sekitar 75 persen adalah serangga, di mana sebanyak satu juta spesies di antaranya terancam punah. Ini semua dilaporkan oleh Surat Kabar Harian Kompas.

            Sekadar flash-back, kita ingat tentang buku On the Origin of Species karangan Doktor Charles Darwin yang menerangkan tentang relasi hewan dan tumbuhan yang membentuk jaringan kompleks yang bisa terjadi penyerbukan, penyebaran benih dan saling melindungi.

Situasi Indonesia

            Relasi mutualisme ini hidup damai selama berabad-abad di alam semesta. Tetapi, lantaran ulah manusia terjadilah gangguan ekosistem. Misalnya, pemunculan hama wereng cokelat pada tanaman padi yang diakibatkan laba-laba serigala yang semakin berkurang sebagai predator alaminya. Akibatnya, populasi hama Thomcat, laron dan ulat bulu berkembang biak subur yang menandai musuh alaminya hilang.

         Perubahan ekosistem ini menurut laporan beberapa lembaga internasional sangat signifikan terjadi terutama sejak Revolusi Hijau era 1970-an. Di Indonesia hal tersebut terjadi terutama sebagai akibat penerapan Panca Usaha Tani, yaitu pemakaian benih, pupuk kimia, pemberantasan hama dengan pestisida, irigasi dan mekanisasi pertanian. Dengan Panca Usaha tani tersebut memang terjadi peningkatan produksi namun kita dapat saksikan terjadi pula penyeragaman jenis tanaman padi yang rentan terhadap hama dan tergerusnya padi lokal yang sebelumnya ditanam oleh masyarakat setempat.

          Di sisi lainnya upaya penyeragaman ini dari aspek ekonomi mengundang kehadiran korporasi besar yangg saling berebut dengan mengenalkan teknologi peningkatan produksi yang semakin membuat ruang gerak pangan lokal semakin terpinggirkan. Jadi, usaha pertanian yang mengabaikan dimensi lingkungan ini berkontribusi terhadap satu juta spesies yang lenyap dari alam.

 

Pedoman Gizi Seimbang Menuju Pangan Bijak

            Dalam aspek  Ketahanan Pangan dari sejak era 1950-an kita telah mengenal semboyan Empat Sehat dan Lima Sempurna sebagai upaya perbaikan gizi masyarakat yg dicetuskan oleh Profesor Porwoi Sudarmo yang dikenal sebagai Bapak Gizi Indonesia. Tetapi, semboyan ini karena perkembangan zaman telah menimbulkan double burden  atau beban ganda gizi, yaitu gizi kurang dan gizi lebih. Banyak  anak tumbuh kembang menderita kurang gizi (stunting dan wasting) dan sebaliknya anak-anak yang salah gizi menjadi obesitas. Untuk itu kini dikenalkan sebuah Piramid Pedoman Gizi Seimbang yang di kalangan ahli gizi mengacu pada penerapan Pola Pangan Harapan.

          Tetapi, hal ini ternyata belum cukup. Beberapa lembaga nasional dan internasional, sekadar menyebut seperti WWF, Asosiasi Pendamping Perempuan Usaha Kecil dan Aliansi Masyarakat Adat serta organisasi Persatuan Bangsa-bangsa (PBB) yang terkait lainnya mulai mengenalkan apa yang disebut Pangan Bijak Nusantara atau PBN.

             PBN ini adalah solusi mengurangi tekanan produksi dan konsumsi sektor pangan pada lingkungan yang sekaligus memitigasi pencemaran air, tanah dan udara. Prinsipnya bersifat lokal, adil bagi konsumen dan produsen, sehat,organik serta lestari. Dikatakan lestari karena telah memperhitungkan lingkungan dan keragaman pangan.

         Dalam hubungannya dengan lingkungan hidup dan keragaman ada baiknya Piramid Pedoman Gizi Seimbang ini dapat kita sesuaikan dengan PBN yang telah dikenalkan. Sebab, menurut panel ahli Intergovermental Science Policy Platform on Biodiversity and Ecosystem Services (IPBES) PBB pada 2019 ini menyebutkan aktivitas pertanian dan peternakan berdampak besar pada ekosistem yang mengancam flora dan fauna menjadi punah.

             Pada gilirannya kita bisa mengutip pernyataan Doktor Mastur yang waktu itu menjabat Kepala Balai Besar Penelitian Bioteknologi dan Sumberdaya  Genetik  Pertanian Departemen Pertanian RI (kini Kementerian Pertanian) bahwa keragaman sumber daya genetik merupakan kunci ketahanan pangan. Sebab, manusia tak akan bisa hidup sendirian di muka bumi ini tanpa ekosistemnya. *

* Drh Chairul Arifin adalah Pensiunan Direktorat Jenderal Bina Produksi Peternakan, Departemen Pertanian RI (kini Kementerian Pertanian)

komentar

You must be logged in to post a comment.

plaza kemitraan

  JUDUL TERSEBUT DI atas sangat menarik disimak. Bahwa para petani punya utang atau hutang sudah jamak diketahui. Tetapi, misalnya mengapa Dewan Perwakilan Rakyat Republik

Pengantar Redaksi: KONON SAAT INI di Indonesia tidak ada daerah atau desa yang menerapkan pertanian hamparan luas dengan pola pengolahan tanah hingga pemasaran. Satu-satunya yang