Lahan Seluas 1.000 Ha Dikelola 30 Koptan Untuk Mendukung SP3T Kab.Tanjab Barat
Saturday, 19th October, 2019 | 741 Views

DI DUA DESA wilayah Kecamatan Batang Asam, Kabupaten Tanjung Jabung Barat, Provinsi Jambi ada Sentra Pelayanan Pertanian Padi Terpadu (SP3T). Untuk menunjang keseluruhan permesinan terpadu itu terdapat hamparan lahan  seluas 1.000 hektare (ha) yang diurus oleh 30 kelompok tani (koptan) di dua desa tersebut. Berikut tuturan Kepala Bidang Tanaman Pangan, Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura, Kabupaten Tanjung Jabung Barat Efrizal, SP kepada Media Pertanian online www.sembadapangan.com di Bogor, Jawa Barat, baru-baru ini. Selamat menyimak.

     Para petani di Desa Sri Agung dan Rawa Medang itu berada di Kecamatan Batang Asem  bertekad menyukseskan program pemerintah yang memberi bantuan SP3T. Kami di Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura Kabupaten Tanjung Jabung Barat sangat menghargai semangat para petani. Keseluruhan aktivitas SP3T itu baru beroperasi pada April 2019. Kenyataannya memang bukan pada waktu panen raya atau panen besar.

   Dengan demikian skala produktivitas usahanya keseluruhan peralatan itu masih kecil. Keseluruhannya adalah vertical dryer atau alat pengering tegak dengan kapasitas 10 ton sekali proses dalam 11 jam hingga 12 jam. Mekanismenya adalah gabah atau padi yang baru dipanen dimasukkan ke vertical dryer yang berbentuk bak tegak.

Lantai Jemur Belum Ada

          Setelah 11 jam hingga 12 jam langung disalurkan ke mesin penggiling yang lebih lazim dikenal dengn sebuatan rice milling unit atau RMU. Kemudian beras yang belum layak dikonsumsi atau yang baru pecah kulit ari itu tanpa jeda disalurkan ke mesin sosoh atau colour sorter  untuk diputihkan. Selanjutnya tersalur langsung ke packaging machine untuk dimasukkan ke goni atau karung berukuran 5 kilogram (kg) dan 10 kg.

        Walaupun kami sudah mencapai indeks pertanaman dua atau IP-2, panen belum selesai semua sesuai cetak biru dari Kementerian Pertanian, padahal kami telah mengikuti semua persyaratannya. Saat ini masih ada permasalahan di gudang kami, seperti penghisap udara ruangan (ceiling exhaust fan) untuk gudang yang bocor semua, saat ini semua sedang diperbaiki.

         Pada waktu itu anggaran yang ada hanya untuk gudang, sehingga jalur transportasi menuju gudang masih berupa tanah. Belum diaspal. Lalu lantai jemur di dekat RMU belum ada. Lantai jemur yang tersedia sekarang masih jauh dari RMU, yaitu dekat dengan sawah petani  dan menjemurnya juga masih pakai terpal.

      Mesin SP3T kami itu merupakan untuk usaha berskala menengah ke atas. Kita memang dituntut harus memiliki merek dagang sendiri. Untuk mendapatkan merek dagang itu sudah kami lakukan, tetapi ada peraturan baru dari Dinas Peindustrian dan Perdagangan Kabupaten Tanjung Jabung Barat, dimana merek dagang beras yang akan kami buat ini tidak boleh sama dengan merek dagang yang sudah ada. Misalnya, nama merek LIMA KELAPA dengan KELAPA DUA yang mirip-mirip tidak dibolehkan  karena sama-sama memakai kata kelapa. Jadi, harus dicari nama yang berbeda.

           Pemasaran dari produk SP3T I ni kami lakukan ke daerah Provinsi Riau dan Sumatera Utara. Sebab, kawasan kami ini sangat berdekatan sekali dengan Riau dan di sana banyak peusahaan pekebunan yang membutuhkan beras. Nah, untuk pasokan gabah agar memenuhi kapasits mesin, kami mengambil hanya andalkan bahan baku dari Sri Agung dan Rawa Medang yang sudah tercukupi karena kawasan persawahan kami ini ditunjang irigasi teknis. Untuk sementara mesin pengering kami tersebut belum beroperasi kontinyu setiap hari karena mesin baru selesai dan beroperasi di penghujung masa panen.

Petani Kekurangan Modal

          Kendala kedua yang kami hadapi adalah harus siap permodalan yang besar. Sampai sekarang hal itu belum ada. Sebab, modal yang ada kami pergunakan membeli bahan baku berupa  gabah  karena pasokan gabah dari petani masih kurang. Kami minimal membutuhkan modal untuk itu sekitar 300 juta rupiah yang akan kami putarkan selama 6 bulan. Penyebabnya adalah karena beras yang telah jadi dan selesai diolah belum tentu langsung dibeli oleh pasar.

        Hal itulah yang selama ini dilakukan pihak pengelola SP3T. Mereka membeli gabah dari daerah luar daerah, seperti dari daerah Palembang. Gabah itu dibeli, kemudian diproses di mesin kami. Lalu dikemas dalam karung baru dipasarkan. Hasil dari mesin kami itu pemasarannya baru untuk memenuhi permintaan Jambi dan sebagian lagi kami lepas ke Riau karena desa kami, yaitu Batang Asam berdekatan sekali dengan Riau di bagian paling ujung timur dari Provinsi Jambi.

       Persoalan yang hadapi lainnya adalah permodalan untuk menggerakkan mesin itu agar optimal. Pinjaman kepada pihak perbankan tidak diizinkan karena tidak boleh atas nama kelompok tani, tetapi persyaratnya harus atas nama pribadi, sehingga tidak pas. Kami akan membentuk organisasi untuk mengoperasikan keseluruhan SP3T yang perputaran uangnya pasti sangat besar. Dalam satu bulan saja paling tidak akan diproduksi sekitar 30 ton  beras yang dipasarkan ke Pekan Baru. Itu terjadi sebelum ada SP3T dan hal itu belum maksimal. 

         Jika mesin ini sudah beroperasi dengan maksimal pasti merupakan usaha yang sangat besar, namun kendala yang kami lihat adalah bahwa beras petani yang dikirim ke pasaran tidak dibayar tunai atau langsung, namun menunggu sekitar dua minggu dulu. Memang hal itu terbentuk dari kesepaktan antara pengumpul dan petani.

       Ke depannya saya berkeinginan untuk sistem kontrak. Misalnya, pada awal tanam kami membuat kontrak dengan petani dengan luasan sekitar 50 ha. Setelah panen, gabah petani langsung diangkut ke SP3T. Ini baru dalam perencanaan, karena lagi-lagi terbentur permodalan. Nah, sekarang ini keadaanya masih seperti yang lama dimana petani jual gabah ke penggilingan, setelah jadi beras baru dibayar.

         Harga beras petani kami waktu yang lalu adalah 8.700 per kg untuk kelas medium, sedangkan gabah kering panen atau GKP adalah 4.700 rupiah per kg. Namun, risiko yang muncul adalah bahwa beras tidak ada di daerah kami, tetapi beredar di luar Jambi, seperti ke daerah Riau dan Sumatera Utara.

        Kini setahu saya SP3T di Provinsi Jambi ada enam unit, tetap kapasitasnya rata-rata 6 ton. Dari enam SP3T yang ada itu vertical dryer berkapasitas 10 ton ada dua, yaitu di Kabupaten Kerinci dan Kabupaten Tanjung Jabung Barat.*sembada/rori/henry

komentar

You must be logged in to post a comment.

plaza kemitraan

  JUDUL TERSEBUT DI atas sangat menarik disimak. Bahwa para petani punya utang atau hutang sudah jamak diketahui. Tetapi, misalnya mengapa Dewan Perwakilan Rakyat Republik

Pengantar Redaksi: KONON SAAT INI di Indonesia tidak ada daerah atau desa yang menerapkan pertanian hamparan luas dengan pola pengolahan tanah hingga pemasaran. Satu-satunya yang