Koptan Ngudi Makmur Grobogan Kini Mampu Produksi Benih Bawang Merah Bersertifikat
Sunday, 20th December, 2020 | 763 Views

 

PARA PETANI ANGGOTA Kelompok Tani (KT) Ngudi Makmur, Desa Kandangrejo, Kecamatan Klambu, Kabupaten Grobogan, Provinsi Jawa Tengah (Jateng) di pada Semester II 2019 berhasil memproduksi benih bawang merah bersertifikat. Sertifikat diraih dari Balai Pengawasan dan Sertifikasi Benih (BPSB)Provinsi Jateng. Kendati hasilnya baru 10 ton benih, KT Ngudi Makmur berupaya keras memproduksi lebih banyak lagi pada 2021  mendatang.

 

     Menurut Kurdi, Ketua KT Ngudi Makmur, peluang meningkatkan produksi bawang merah bersertifikat sangat besar. Sebab, para anggota sudah satu bahasa dan satu pemahaman tentang tanda-tanda alam. Artinya, ke depan ini anggota KT Ngudi Makmur akan menyesuaikan pertanaman bawang merah tanpa mengikuti pertanaman yang dilakukan petani lain di kawasan lain..

     Kurdi menambahkan bahwa para petani bisa menyiasati cuaca karena sepanjang tahun ketersediaan air selalu ada di sekitar lahan 60 petani anggota yang luasnya 95 hektare (ha). Para petani sudah sepakat ingin mempertahankan harga yang menguntungkan dengan tidak mengikuti pola tanam kelompok tani yang lain.

    “Kami tidak akan tergantung dengan curah hujan untuk menanam bawang merah karena air selalu tersedia di sekitar lahan anggota kelompok,” demikian keterangan Kurdi kepada Media Pertanian online www.sembadapangan.com di rumahnya di Desa Kandangrejo, Kecamatan Klambu, Kabupaten Grobogan, Jawa Tengah. Turut mendampingi pertemuan itu adalah Kepala Seksi Produksi Aneka Sayur, Tanaman Hias adan Biofarmaka, Dinas Pertanian, Kabupaten Grobogan Maryati, SSos,MA.

    Selanjutnya dikatakan, kemampuan memproduksi benih bawang merah (Allium Ceva) varietas Bima Brebes itu dimungkinkan setelah Kementerian Pertanian melalui Direktorat Jenderal Hortukultura memberi bantuan berupa bangsal dan alat angkut kendaraan roda tiga. Kapasitas bangsal untuk penyimpanan benih itu mencapai 10 ton, sedangkan kendaraannya berkapasitas 1,5 ton hingga 2 ton.

    Menurut Kurdi, sebagai penangkar bawang merah pihaknya sangat bergembiara mendapat bantuan bangsal dari pemerintah karena para anggota tidak perlu lagi membeli benih dengan harga mahal kepada petani atau pihak lain. Sebab, di bangsal tersebut benih bawah bisa tersimpan hingga dua bulan sesuai dormansi atau daya tumbuhnya. Selama bertahun-tahun anggota KT Ngudi Makmur membeli benih kepada penyedia seharga 50.000 rupiah per kilogram (kg). Kebutuhan benih untuk lahan satu hektare adalah 1 ton.

    “Memang saat ini kami baru bisa produksi 10 ton benih, padahal lahan petani mencapai 95 ha. Kami belum bisa penuhi dan tetap harus memberi dari pihak lain. Volume yang 10 ton itu kami bagi-bagi sesuai kesepakatan sambil meningkatkan produksi pada 2021 nanti,” katanya.

Harga September Merosot Pada Desember

    Ketua KT Ngudi Mkamur Kurdi mengungkapkan bahwa pada panen September lalu petani mendapatkan untung besar. Saat itu panen masih di musim kemarau, sehingga kualitas bawang merah bagus dan harganya mencapai 24.000 rupiah per kg di lahan petani. Ada petani yang hasil panennya sampai 250 juta rupiah karena lahannya ada satu hektare.

    “Saya pada September yang lalu mendapat 500 juta rupiah dari lahan dua hektare. Saya sangat senang. Namun, pada petani yang panen pada Desember 2020 ini sangat rugi. Hasil dari satu hektare hanya 30 juta, padahal biaya produksi mencapai 60 juta rupiah hingga 70 juta rupiah untuk satu hektare,” katanya sambil menambahkan banyak petani yang menangis karena rugi saat panen untuk luasan seperempat bahu hanya dihargai 10 juta rupiah dan petani nombok besar.

    Disebutkan, pada 15 Desember lalu petani panen bawang dan dibawa ke pasar, tetapi tidak laku. Hanya ditawar 4.000 rupiah per kg karena kualitasnya rendah. Karena tidak laku, petani membawanya pulang ke rumah dan dibersihkan kemudian besoknya dibawa lagi ke pasar, tetapi tetap tidak laku karena hanya ditawar 2.000 rupiah per kg. Akhirnya petani ramai-ramai membawa pulang lagi ke rumah dan dibuang ke sungai.

     Dia melanjutkan bahwa harga benih saat itu dihargai 50.000 per kg, sehingga untuk satu hektare diperlukan satu ton. Berarti, biaya untuk benih saja sudah mencapai 50 juta rupiah. Pengeluaran itu belum termasuk pupuk, tenaga kerja, peptisida dan perawatan komplit. Jadi, keseluruhan biaya yang dibutuhkan mencapai100 juta untuk satu hektare. Kalau haga anjlok seperti pada Desember ini petani sangat terpukul.

Bangsal Memberi Nilai Tambah

    Ketua KT Ngudi Makmur Kurdi mengemukakan petani binaannya kini meraih nilai tambah setelah ada bantuan bangsal, yaitu bangunan yang memang dirancang memproduksi benih. Dan para petani bersyukur karena benih yang dihasilkan telah bersertifikat dengan kemasan 25 kg dengan kategori benih sebar.

    Disebutkan pula bahwa sebelum ada bantuan bangunan bangsal, para petani belum bisa memproduksi benih bawang merah dan selalu beli dari daerah lain.  Namun, kini sudah bisa walau masih terbatas volumenya dan masih di tingkat kelompok petani. Pada tahap awal baru bisa diproduksi 10 ton benih yang ditanam pada Agustus dan September 2020 yang lalu. Sesungguhnya kebutuhan benih untuk KT Ngudi Makmur mencapai 150 ton, jadi saat ini baru bisa menyediakan 10 persen. Untuk menghasilkan benih itu selalu ada penyusutan sekitar 25 persen. Misalnya, setiap satu kuintal atau 100 kg dihasilkan 70 kg benih. Kebutuhan benih untuk satu hektare itu sekitar satu ton. Apabila hasil panenan bagus akan menghasilkan sekitar 10 ton bawang merah. *sembada/rori/henry

komentar

You must be logged in to post a comment.

plaza kemitraan

  JUDUL TERSEBUT DI atas sangat menarik disimak. Bahwa para petani punya utang atau hutang sudah jamak diketahui. Tetapi, misalnya mengapa Dewan Perwakilan Rakyat Republik

Pengantar Redaksi: KONON SAAT INI di Indonesia tidak ada daerah atau desa yang menerapkan pertanian hamparan luas dengan pola pengolahan tanah hingga pemasaran. Satu-satunya yang