Komisi IV DPR Ir Mindo Sianipar: Subsidi Benih Jagung Sudah 16 Tahun Akurasi Data Jadi Tantangan
Saturday, 1st May, 2021 | 963 Views

HINGGA TAHUN INI—di 2021—subsidi benih jagung sudah berlangsung selama 16 tahun dan bukan waktu singkat untuk melakukan pembenahan di semua lini untuk berswasembada jagung. Namun, kenyataannya upaya swasembada itu masih jauh karena impor tetap menjadi andalan memenuhi kebutuhan nasional. Tantangan pengembangan dan upaya swasembada jagung di Indonesia antara lain, kualitas jagung yang dihasilkan tidak sama, harga selalu fluktuatif, validitas atau akurasi data yang terkait data produksi, ketersediaan dan luas lahan belum mencerminkan kebutuhan. Selain itu kualitas benih jagung yang bervariasi.

            Hal itu diungkapkan oleh Anggota Komisi IV DPR Ir Mindo Sianipar dalam paparannya pada Dialog Agribisnis Seri#5 yang diadakan oleh Dewan Jagung Nasional di Jakarta, belum lama ini. Hadir pada diskusi secara virtual itu adalah Direktur Jenderal (Dirjen) Tanaman Pangan Dr Ir Suwandi, Direktur Perbenihan Ditjen Tanaman Pangan Edy Purnawan,SP,MM, Inspektur II Kementerian Pertanian Ir Tin Latifah, mantan Menteri Pertanian Dr Ir Anton Apriantono, mantan Dirut Perum Bulog Sutarto Alimoeso dan pemulia tanaman pangan Dr Budi Tangendjaja. Lainnya adalah para tokoh asosiasi pangan, seperti Anton Supit, Toni Kristianto dan pelaku perbenihan serta pejabat Dinas Pertanian berbagai daerah. Acara dibuka oleh Ketua Dewan Jagung Nasional Prof Dr Fadel Muhamad al-Hadar dengan moderator Sekjen Dewan Jagung Nasional Dr Max D.Sola.

    Mindo Sianipar mengatakan bahwa pihak DPR sudah mendukung pelaksanaan perbenihan jagung. Hal itu berpijak dari amanat Undang-Undang (UU) No.19/2013 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani, dimana pada Pasal 19 disebutkan ada peranan dan  tanggungjawab pemerintah untuk menyediakan sarana produksi pertanian berupa benih sebagaimana secara tepat waktu dan tepat mutu serta harga terjangkau bagi petani.

     Selanjutnya pada Pasal 21 disebutkan bahwa pemerintah dapat menyediakan subsidi benih sesuai dengan kebutuhan serta diberikan secara tepat guna, tepat sasaran, tepat waktu, tepat lokasi, tepat jenis, tepat mutu dan tepat jumlah.

     Sianipar juga menambahkan bahwa untuk urusan perbenihan nasional juga didukung peraturan perundang-undangan, sehingga segala upaya untuk meraih kemandirian pangan dan pakan di subsektor tanaman pangan jagung bisa dilaksanakan maksimal. Mengutip UU No 22 / 2019 tentang Sistem Budi Daya Pertanian Berkelanjutan pada Pasal 20 disebutkan bahwa Pemerintah berkewajiban memberikan insentif kepada petani yang mampu mempertahankan Lahan Budi Daya Pertanian, dimana insentif tersebut antara lain berupa pembiayaan penelitian dan pengembangan benih dan varietas unggul.

    Dan pada Bab V dari Pasal 25 sampai Pasal 39 terdapat ketentuan mengenai perbenihan dan perbibitan dari pemerolehan benih tanaman bermutu hingga peredarannya. Adapun pemerolehan benih tanaman tersebut dapat dilakukan melalui kegiatan penemuan dan/atau perakitan varietas dan/atau pengenalan benih baru. Dan pada Pasal 70 diatur mengenai wewenang Pemerintah Pusat yang wajib menyediakan bank genetik, cadangan benih tanaman dan benih hewan atau bibit hewan serta cadangan pupuk nasional.

  “Dalam undang-undang itu juga diatur ketentuan sanksi bagi orang yang mengedarkan benih unggul yang tidak sesuai dengan standar mutu, tidak bersertifikat, dan/atau tidak berlabel; dan orang yang mengadakan, mengedarkan, dan/atau menanam Benih Tanaman yang merugikan masyarakat, budi daya Pertanian, sumber daya alam lainnya, dan/atau lingkungan hidup,” demikian Sianipar.

    Dia menambahkan dukungan lain dari DPR adalah Anggaran Untuk Kebijakan Perbenihan Jagung. Contohnya, pada 2019 Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) untuk Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Kementerian Pertanian mencapai 1,536 triliun rupiah. Dana tersebut diperuntukkan menyediakan benih sebanyak 36.682 ton untuk luasan 2,5 juta hektare (ha). Tetapi, karena dampak pandemi korona APBN untuk benih—setelah penataan ulang (refocusing)—hanya 824 miliar rupiah untuk menyediakan benih sebanyak 21.307 ton pada luasan 1.420.457 ha.

    “Namun, dana APBN untuk 2021 sudah ditingkatkan lagi menjadi 1,4 triliun rupiah untuk menyediakan benih sebanyak 32.000 ton untuk pertanaman seluas 2.127.299 ha. Hal ini sudah mendekati pendanaan dan volume benih serta luasan APBN 2019 awal awal Pemerintahan Presiden Joko Widodo,” demikian Mindo Sianipar.

Dukungan Pengawasan

   Menurut mantan Ketua Komisi III DPR Bidang Pangan (kini Komisi IV) Mindo Sianipar, pengawasan oleh DPR juga dilakukan melalui mekanisme rapat, yaitu Rapat Kerja maupun Rapat Dengar Pendapat. Pengawasan lainnya dilakukan melalui kunjungan komisi maupun perorangan. Adapun beberapa catatan kritis Komisi IV DPR RI terkait perbenihan terutama jagung antara lain mengenai mutu benih bantuan pemerintah yang buruk dan hal harus ditingkatkan lagi.

   Disebutkan pula bahwa Komisi IV DPR RI menerima laporan di beberapa lokasi bahwa benih yang diberikan mutunya sangat rendah, sehingga tidak tahan hama dan penyakit lain serta organisme pengganggu tumbuhan atau gulma. Akibatnya, tanaman jagung tidak tumbuh optimal, bahkan ada yang tidak menghasilkan apa-apa.

   Laporan lainnya dari daerah adalah distribusi benih bantuan yang tidak tepat waktu dan hal itu harus diperhatikan untuk ditingkatkan. Untuk itu peranserta Badan Litbang Pertanian serta lembaga penelitian lain yang harus makin digalakkan dalam menemukan varietas unggul, dan mendorong agar hasil penelitian tersebut bisa digunakan oleh pemerintah. *sembada/henry

komentar

You must be logged in to post a comment.

plaza kemitraan

  JUDUL TERSEBUT DI atas sangat menarik disimak. Bahwa para petani punya utang atau hutang sudah jamak diketahui. Tetapi, misalnya mengapa Dewan Perwakilan Rakyat Republik

Pengantar Redaksi: KONON SAAT INI di Indonesia tidak ada daerah atau desa yang menerapkan pertanian hamparan luas dengan pola pengolahan tanah hingga pemasaran. Satu-satunya yang