Hebat: Petani Indonesia Bakal Bertaraf Internasional
Friday, 5th August, 2016 | 927 Views

DENGAN sangat giat (intensively) kini dibahas kurikulum sekolah menengah kejuruan (SMK) untuk membentuk petani peternak yang hebat dan tangguh. Hal ini dimaksudkan untuk mengatasi persoalan sumber daya manusia (SDM) sektor pertanian yang sudah lanjut usia karena anak muda tidak tertarik menjadi petani. Kurikulum sekolah “pencetak petani” itu adalah empat tahun dan akan digaji setingkat sarjana strata satu. Hebat. Baik. Dan juga bagus.

Dalam perbincangan seriously (sangat bersungguh-sungguh) Media Pertanian online www.sembadapangan.com dan Majalah Lumbung Pangan dengan Ir Ambar Pertiwiningrum,PhD dan Drs Supriadi,MSi baru-baru ini terlontar bahwa sekolah kejuruan tersebut segera terwujud. Para anak muda—lelaki perempuan—setelah selesai akan bekerja di DESA terpencil, DESA terluar dan DESA perbatasan untuk mengabdi kepada beragam Indonesia bersatu.

Ambar Pertiwiningrum adalah Direktur Kelompok Kerja (Pokja) Pusat Kajian Pembangunan Peternakan Nasional (Puskapena) Universitas Gajah Mada (UGM), Yogyakarta merangkap Ketua Pokja Tangguh Pangan UGM yang juga sebagai Koordinator Tim Kurikulum SMK Empat Tahun ke Perancis. Dan Supriadi adalah Direktur Pengembangan Daerah Rawan Pangan (PDRP), Direktorat Jenderal Pembangunan Daerah Tertentu (PDTu), Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Kemendesa).

Bagaimana tingkat sukses sekolah desa itu? Maukah anak-anak “gadget generation” diajak bertani yang kini sibuk dengan tombol handphone karena diiming-imingi vendor telekomunikasi gratis 1.000 atau 100 short message servives (SMS) per hari dan melupakan belajar dan budi pekerti atau interaksi sosial kosong lantaran minus etika? Bukankah bertani atau menjadi petani saat ini hal yang memalukan walau banyak orang berteriak agar makanan cukup?

“Oh. Kami tidak pesimis. Ini tantangan dan “gawe” besar. Ini untuk masa depan bangsa Indonesia bersatu yang beragam itu. Juga untuk orang-orang yang berteriak agar makanan tersedia cukup. Bahkan murah. Kami optimis dan terus mewujudkan ini. Kami berpatokan bahwa semakin banyak orang berteriak atau bersungut-sungut atau ”gerundel” tentang pangan, semakin penting sekolah khusus petani itu. Malahan anak muda yang bersungut-sungut pangan sulit dan berteriak pangan langka akan kami ajak masuk. Bagus kan? Hebat kan? Ditentang malah diajak ikut?” ujar Supriadi berapi-api sembari mengutip ucapan Presiden Soekarno (alm) bahwa negara akan bubar dan hancur apabila urusan pangan kacau balau.

Untuk Tangguh Pangan

Menurut Ambar Pertiwiningrum, melalui program KISS ME akan muncul desa-desa percontohan, di mana dengan kerjasama pihak perguruan tinggi dan pemerintah daerah pelaksanaannya akan disinergikan untuk menciptakan Desa Tangguh Pangan, Desa Sehat Pangan, Desa Mandiri Pangan dan Desa Industri Pangan. Di desa percontohan yang tersebar di setiap kecamatan di seluruh Indonesia itu akan berada petani-petani dengan konsep bertani beternak brilian lulusan SMK-PP itu.

Ia menambahkan KISS ME itu mencakup Koordinasi rutin dan konsolidasi, Integrasi kegiatan dengan kebijakan berdasarkan acuan data, Sinkronisasi antara perencanaan and implementasi di lapangan berbasis data, Sinergisitas antara program internal (daerah) dan program eksternal (pusat), Monitoring implementasi semua kegiatan program dan Evaluasi oleh tim internal maupun eksternal

“Kurikulum SMK-PP itu secara komprehensif akan disesuaikan dengan berbasis pada kondisi untuk menciptakan Daerah Lumbung Pangan. Untuk itu diperlukan para petani hebat juga tangguh di seluruh pedesaan di pedalaman, perbatasan negara, terpencil dan di pulau-pulau terluar. Dan satu hal, bagaimana membangun jejaring dalam kaitan implementasi Rawan Pangan ke Tangguh Pangan bersama para petani yang terpelajar di subsektor tanaman pangan dan subsektor peternakan. Mereka akan mampu menjabarkan itu di desa yang ditinggali,” demikian Ambar Pertiwiningrum sembari menambahkan bahwa Undang-undang No. 6/2014 sebagai legal formal untuk mewujudkan kawasan tangguh pangan melalui desa industri mandiri dan desa sehat pangan.

Jadi? Menurut Supriadi, satu tim Formulasi Kurikulum SMK Empat Tahun telah berkunjung ke Perancis pada April 2016. Setelah itu dilanjutkan dengan penyelenggaraan lokakarya (workshop) SMK Empat Tahun di Fakultas Peternakan Universitas Gadjah Mada (UGM), Yogyakarta. Lokakarya itu diadakan pada akhir Juni 2016 yang lalu yang dihadiri perwakilan Kementerian, Direktorat Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, praktisi petanian dan peternakan dan tenaga pengajar dari Fakultas Peternakan UGM serta Sekolah Vokasi UGM.

Topik yang dibahas mencakup isu-isu strategis yang ada di masyarakat Indonesia saat ini terutama tentang ktersediaan pangan. Keprihatinan terhadap urbanisasi di Indonesia yang disebabkan kaum muda masyarakat desa lebih tertarik untuk menjadi pekerja di kota. Oleh sebab itu perbaikan kurikulum SMK Pertanian & Peternakan (SMK-PP) diharapkan dapat menjadi bagian dari sinergi pembangunan daerah tangguh pangan Indonesia.

Para siswa-siswi SMK-PP akan menjadi inovator dengan keterampilan dapat membuka potensi baru untuk wirausaha yang kemudian dapat menghasilkan pendapatan yang memadai. Lokasi SMK yang berada di desa diharapkan memiliki lahan yang luasnya cukup memadai. Bukan sekadar menjadi laboratorium semata, namun juga dapat menjadi lahan pengembangan agribisnis bagi siswa. SMK-PP juga diharapkan memiliki bussiness center sebagai tempat pengembangan serta display produk siswa dan guru.

“Pengembangan kurikulum serta aspek-aspek pendukung kualitas SMK, seperti peningkatan kapasitas guru, rekrutmen guru dari universitas pilihan, menghadirkan praktisi dari dunia usaha dan lembaga keuangan serta fasilitas beasiswa bagi peserta didik juga menjadi hal penting diperhatikan,” demikian Supriadi.

Petani Ahli Bertaraf Internasional?

Dalam lokakarya tersebut di atas berbicara pula pejabat dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, yaitu Ir Priyanto. Dia juga konsultan Direktorat Pembinaan SMK di kementerian itu. Menurut Priyanto, rancangan kurikulum SMK-PP disampaikan secara komprehensif selama empat tahun dengan bidang keahlian Agribisnis dan Agroteknologi, program keahlian Agribisnis Tanaman dan paket keahlian Agribisnis Organik Ekologi.

Persoalannya yang ada bahwa selama ini lulusan SMK bidang Pertanian dan Peternakan dipersiapkan untuk menjadi pekerja. Bukan petani maupun wirausahawan di bidang pertanian. Dalam waktu dekat ini penerimaan peserta didik dilaksanakan dengan sistem multi entry dan multi output. Mata pelajaran bersifat integrated learning/holistik learning.

“Melalui kurikulum baru SMK-PP selama 4 tahun ini siswa lulusan SMK-PP dapat menjadi petani organik dan dapat menjalankan kegiatan agribisnis menjadi industri kreatif wisata agro. Lulusan SMK-PP memiliki sertifikat profesi petani organik internasional dengan standar kompetensi lulusan yang berkualitas.

Pembahas permasalahan pertanian pada lokakarya itu juga menghadirkan Cahya Yudi Widianto,ST yang kini praktisi bidang pertanian. Widianto menyampaikan permasalahan serta fakta di lapangan. Misalnya, ada ketakutan dari pihak desa untuk menggunakan anggaran (dana desa) jika tidak ada di nomenklatur, sehingga dana desa tidak terserap sesuai perencanaan pemerintah.

Pembicara lainnya adalah Dr Ir Sapto Husodo,MP dari Sekolah Tinggi Penyuluh Pertanian dengan memaparkan beberapa masalah SDM dan kelembagaan pertanian terutama yang dijumpainya secara langsung di STPP. Lembaga penyuluh pertanian yang makin berkurang secara tidak langsung mempengaruhi jumlah tenaga penyuluh pertanian dan menurunkan minat generasi muda untuk berkarir di bidang pertanian menjadi penyuluh maupun petani. Faktanya masyarakat desa kini juga banyak yang hanya menjadi buruh tani saja, bukan pemilik lahan.

“Pemerintah melalui Kementerian Pertanian memiliki program antara lain penumbuhan wirausaha muda pertanian, magang Jepang, standarisasi kompetensi lulusan, beasiswa anak petani berprestasi, serta pengembangan link-match di SMK-PP,” katanya.

Mengungkapkan hasil kunjungan Tim Formulasi Kurikulum SMK Empat Tahun ke Perancis itu Dr Ir Bambang Suhartanto,DEA dari Fakultas Peternakan UGM: “Ada perbedaan mendasar sistem pertanian di Perancis dan Indonesia. Satu di antaranya adalah sistem waris tanah pertanian. Tanah pertanian di Perancis apabila penerus keluarganya tidak bertani, maka tanah tersebut tidak boleh dibagi atau dipecah, tetapi boleh digabung atau ditambah dengan tanah di sebelahnya.”

Selain itu menurut Suhartanto, Pemerintah Perancis juga bertanggungjawab apabila terjadi kerugian yang dialami petani organik. Untuk pendidikan, Departemen Pertanian dan Departemen Pendidikan Perancis masing-masing memiliki porsi sekaligus memiliki porsi gabungan. Lulusan SMK Perancis dapat melanjutkan pada tahap superior 1 (setara D2/D3), dan hanya perlu melanjutkan selama 2 tahun untuk menjadi INSINIUR PERTANIAN.

Terkait sistem pendidikan pertanian di Perancis tim merancang SMK-PP dengan melaksanakan job training 1 di tahun keempat. Siswa kemudian bisa melanjutkan job training 2 sembari berkuliah D3/ D4 ataupun setelah job training 2 bisa menjadi pengusaha tani tersertifikasi berkelas internasional. Sekali lagi Bagus. Hebat pula. *sembada

komentar

You must be logged in to post a comment.

plaza kemitraan

  JUDUL TERSEBUT DI atas sangat menarik disimak. Bahwa para petani punya utang atau hutang sudah jamak diketahui. Tetapi, misalnya mengapa Dewan Perwakilan Rakyat Republik

Pengantar Redaksi: KONON SAAT INI di Indonesia tidak ada daerah atau desa yang menerapkan pertanian hamparan luas dengan pola pengolahan tanah hingga pemasaran. Satu-satunya yang