Fitri Aisah: Pengadaan Benih Cukup Kabupaten Cianjur Bergiat GPOT Kejar Target 11.000 Ha
Tuesday, 14th July, 2020 | 905 Views

PARA PETANI KABUPATEN Cianjur, Provinsi Jawa Barat tetap tertantang untuk meraih indeks pertanaman (IP) 2,5 dengan bergiat melakukan GPOT. Hal itu terdorong juga karena pengadaan benih dan air sudah cukup. Pelaksanaan Gerakan Percepatan Olah Tanah atau GPOT bisa dilakukan serentak karena kesadaran petani untuk menghindari hama sudah makin baik.

         Hal tersebut diungkapkan oleh Kepala Seksi Tanaman Padi, Bidang Produksi Tanaman Pangan, Dinas Pertanian, Perkebunan, Pangan dan Hortikultura Kabupaten Cianjur, Provinsi Jawa Barat Fitri Aisah,SHut,MH kepada Media Pertanian online www.sembadapangan.com di ruang kerjanya di Cianjur. Bincang tentang GPOT itu juga dilanjutkan di Kantor Balai Penyuluhan Pertanian Kecamatan Bojong Picung, Kabupaten Cianjur yang berjarak 32 kilometer (km) dari kantor Dinas Pertanian Kabupaten Cianjur.

       Disebutkan pula bahwa untuk target atau sasaran pertanaman di Kabupaten Cianjur yang mencakup 32 kecamatan sudah 100 persen tercapai. Sasaran pertanaman itu ditentukan dan disepakati oleh pihak provinsi dan kabupaten, yaitu 10.000 ha dan maksimal 11.000 ha. Kendati demikian, pihak Kementerian Pertanian mematok sasaran seluas 20.000 ha untuk Juni 2020 dan hal itu sangat sulit didapat.

       “Untuk percepatan maksimal 11.000 ha. Namun, target untuk 10.000 ha sudah didapat dan para petani sangat bersemangat untuk memenuhinya,” demikian Aisah.

         Menurut Fitri Aisah, walaupun tidak direkomendasikan oleh pemerintah tentang padi varietas Ciherang dan Mekongga, tetapi para petani masih sangat berminat mendapatkan benihnya. Dan kebetulan benih itu masih ada, sehingga para petani beramai-ramai menanamnya di lahan garapan mereka. Namun, selain Ciherang dan Mekongga, para petani juga mendapat benih Inbrida Padi Irigasi (Inpari)-32, Inpari-33 dan juga Inpari-30.

    Tetapi, Aisah menuturkan, apabila kondisi memaksa lantaran kesulitan benih, terpaksa Mekongga dan Ciherang yang keduanya sudah tidak direkomendasikan pemerintah terpaksa dikeluarkan atau diberikan kepada petani. Memang, kedua varietas yang terbilang unggul juga pada waktunya, masih disukai oleh para petani karena produktivitasnya banyak dan bisa menguntungkan petani.

       Dari Badan Penelitian dan Pengembangan (Litbang) Pertanian, Kementerian Pertanian Media Pertanian online www.sembadapangan.com mendapat data bahwa rata-rata hasil Ciherang adalah 5 ton per ha hingga 7 ton per ha dengan umur panen 116 hari hingga 125 hari. Tekstur nasi adalah pulen. Varietas unggul Ciherang cukup tumbuh baik ditanam di sawah irigasi dataran rendah sampai ketinggian 500 meter di atas permukaan laut. Padi varietas itu dilepas kepada petani pada Februari 2000, tetapi disebutkan pula sangat rentan terhadap hawar daun bakteri patotipe IV dan VIII.

         Untuk varietas padi unggul Mekongga, rata-rata hasil yang didapat mencapai 6 ton per ha gabah kering panen (GKP), nasinya pulen dan sudah bisa dipanen antara 116 hari sampai 125 hari. Padi Mekongga agak tahan terhadap hama wereng batang cokelat biotipe II dan III. Padi varietas Mekongga dilepas kepada petani pada 2004.

      Sementara itu untuk padi varietas Inpari-31 dilepas pemerintah kepada petani pada 2013 merupakan padi sebar lahan sawah. Umur Inpari-31 hingga panen adalah 119 hari dengan potensi hasil mencapai 8,5 ton per ha gabah kering giling (GKG), tetapi rata-rat hasil adalah 6 ton per ha GKG dengan nasi pulen. Padi varietas Inpari-31 ini tahan terhadap hama wereng batang cokelat maupun hawar daun bakteri. *sembada/rori/henry

komentar

You must be logged in to post a comment.

plaza kemitraan

  JUDUL TERSEBUT DI atas sangat menarik disimak. Bahwa para petani punya utang atau hutang sudah jamak diketahui. Tetapi, misalnya mengapa Dewan Perwakilan Rakyat Republik

Pengantar Redaksi: KONON SAAT INI di Indonesia tidak ada daerah atau desa yang menerapkan pertanian hamparan luas dengan pola pengolahan tanah hingga pemasaran. Satu-satunya yang