Direktorat IRA Ditjen SDA PUPR: Peta Irigasi Kini Tersedia Lengkap Rencana Tanam Padi Menyesuaikan Secara Terintegrasi
Monday, 2nd September, 2019 | 961 Views

UNTUK PERTAMA DALAM sejarah Bangsa Indonesia setelah mengecap era sophisticated technology Indonesia memiliki peta irigasi yang fokus pada sektor pertanian. Kapan saja para stake holders ingin tahu letak dan kondisi irigasi primer hingga tertier untuk menyesuaikan dengan rencana pertanaman sudah bisa. Sudah terbuka lebar keterangan tentang hal itu. Misalnya, para petani di sentra tanaman padi tertentu berencana menanam pada masa tanam kesatu (MT-1) sudah bisa leluasa melakukannya karena tahu ada air dan ada irigasi berisi air. Begitu juga pada MT-2 bahkan pada MT-3. Berikut ini tuturan utuh dari Direktur Irigasi dan Rawa, Direktorat Jenderal Sumber Daya Air, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) M.Mazid,ST,Sp.1 kepada Media Pertanian online www.sembadapangan.com. Dia didampingi oleh Kepala Sub Direktorat Perencanaan Irigasi dan Rawa, Direktorat Irigasi dan Rawa M.Tahid,ST,MPPM.

        Sejak pertengahan Semester I yang lalu hingga awal Semester II 2019 ini topik yang sering dibahas oleh pihak Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat dan Kementerian Pertanian adalah menyangkut kekeringan terkait masa tanam. Antisipasi kekeringan harus tuntas dan bisa dieksekusi. Kebetulan Direktorat Irigasi dan Rawa menjadi walidata untuk bisa menyiapkan, membuat peta irigasi yang berbasis spasial. Hal ini menjadi sesuatu yang baru karena menggunakan citra satelit beresolusi tinggi.

         Dalam kaitan itu dalam setiap komunikasi dan koordinasi  saya dengan para kolega di berbagai instansi saya sampaikan bahwa saat ini menjadi sebuah kebahagiaan dan kebanggan kita yang besar menjadi pelaku sejarah untuk bisa berkontribusi di dalam  menyiapkan  dan membuat peta irigasi. Nah, peta irigasi tersebut dikembangkan dan dimanfaatkan untuk hal-hal yang terkait dengan irigasi dan pertanian melalui kerja sama Badan Informasi Geospasial berkordinasi  dengan Kemenko  Perekonomian.

       Saat ini peta irigasi itu fokus pada padi sebagai lumbung padi nasional  yang  kebetulan mencakup  lebih dari 80 persen  luas irigasi nasional  yang sebentar lagi akan mencapai satu juta hektare. Ini menjadi sebuah  modal yang  sangat luar biasa  sekaligus menjadikan kita lebih tahu bagaimana peran dan fungsi para petani itu. Teknologi  pemetaan tersebut membuka suatu  yang baru karena menggunakan cirta satelit dengan resolusi tinggi berskala  1 : 5.000. Kemudian dari citra satelit itulah kita tentukan titik-titik  irigasi yang telah ada atau terbangun.

        Bagaimana relevansinya dengan pertanian  dan kekeringan itu? Hal ini sudah disampaikan kepada pihak Direktorat Irigasi Pertanian, Kementerian Pertanian. Setelah ada peta irigasi ini lalu kita tambahkan dengan peta yang dihasilkan  oleh Kementerian Agraria dan Tata Tuang berupa lahan sawah nonirigasi,  sehingga pada saat kita memperoleh satu informasi  data dimana satu daerah terjadi kekeringan kita akan lebih mudah mengindentifikasi apakah kekeringan itu terjadi di daerah irigasi kewenangan pusat atau provinsi atau pada irigasi kewenangan kabupaten. Bicara tentang irigasi dan aspek regulasi ada pengaturan  dan kewenangan. Contohnya, kewenangan pusat di atas 3.000 hektare (ha), kewenangan provinsi antara 1.000 ha – 3.000 ha, kewenangan kabupaten di bawah 1.000 ha.

Penanganan Terintegrasi

        Atau mungkin saja di sawah nonirigasi yang  belum difasilitasi dengan jaringan irigasi. Artinya, dari sisi pendektesiannya  akan lebih cepat. Kemudian akan kita lengkapi dengan informasi  mengenai waduk, embung atau situ, sehingga menjadi sebuah informasi yang  utuh ketika ada kekeringan atau ada tanggungan. Hal itu akan menjadi rencana aksi di dalam kita menyelesaikan problem-problem kekeringan.

            Satu hal lagi yang mendasar  terkait dengan peta irigasi ini adalah peluang saling melengkapi dengan Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) yang telah merilis potensi kekeringan secara periodik. Informasi atau data BMKG itu akan diinterlink-kan sejauh mana potensi kekeringan yang mengancam di daerah irigasi ataupun lahan sawah nonirigasi, informasi seperti itulah untuk melengkapi data itu semua.

          Ada hal yang sangat fundamental lainnya Direktorat Irigasi dan Rawa, Kementerian PUPR akan bersinergi dengan Direktorat Irigasi Pertanian, Kementerian Pertanian untuk menerapkan data numerik tersebut dengan data spasial pada rencana tata tanam global (RTTG) yang disusun berdasarkan analisa ketersediaan air  yang disepakati serta dikoordinir oleh komisi irigasi, sehingga RTTG bisa digalang oleh semua pihak secara terintegrasi. Hal ini memang akan menjadi suatu terobosan informasi baru yang harus dikawal agar proses pemanfaatan air, proses pemberdayagunaan lahan betul-betul  dilatar-belakangi oleh data yang akurat dan lebih akuntabel.

Memang Jadi Tanggungjawab Bersama

         Ini juga pasti bisa dimanfaatkan sebagai bagian mitigasi  kalau seandainya terjadi hal-hal yang  di luar perkiraan kita. Sebab, tentu tidak terbayangkan kalau rencana tata tanam yang dipertimbangkan dari data analisa ketersediaan airnya tiba-tiba sudah diatur, apalagi irigasi yang dilayani oleh waduk.

          Contohnya, untuk Waduk Jati Gede yang melayani satu wilayah irigasi dengan luasan hampir 90.000 ha, ketika RTTG ternyata bergeser yang semestinya sudah mulai tanam, tetapi tidak jadi atau diundur, maka inplikasinya pada sistem layanan yang lain akan besar. Sebab, air yang sudah dialokasikan  itu akan menjadi kurang produktif karena akan mengalir terus  ke hilir tanpa ada manfaatnya lagi.

            Dengan RTTG yang berbasis spasial itu akan melakukan  monitoring atau pemantauan. Sebagaimana yang tadi saya katakan, misalnya pada musim tanam ketiga (MT-3) yang selalu krusial. Seharusnya pada MT-1 sudah tanam, tetapi belum tanam akhirnya akan berdampak pada MT-2 dan MT-3 dan begitu kebalikannya ketika para petani pada MT-1 sudah selesai tanam, para petani pada MT-3 mengeluhkan kebutuhan air. Manajemen ini yang harus dipahami bersama karena keberadaan air waduk sudah ada operasi yang sudah mempertimbangkan dari segala segi  kebutuhan yang harus dilayani.

           Apakah untuk irigasi, apakah untuk pembangkit listrik tenag air (PLTA) dan apakah untuk kebutuhan air minum. Nah, ketika ada salah satu elemen  yang harus dipenuhi karena tidak sesuai dengan jadual, maka dampaknya adalah air yang didistribusikan tersebut tidak sesuai lagi dengan yang diperlukan, namun akhirnya harus disalurkan juga. Ya, sia-sia. Ya, pihak lain yang berteriak atau mengeluh butuh air.

      Jadi, Kementerian Pertanian HARUS MENYIAPKAN SELURUH PERANGKAT YANG DIBUTUHKAN PETANI AGAR SEMUA LANCAR, dimana sebelum masa tanam telah jelas ketersediaan benih, pupuk dan alsintan yang dibutuhkan petani. Kemudian barulah pemakaian air kita laksanakan dan kita harus bergandengan tangan ketika kita sudah sepakat di RTTG, apa saja yang menjadi kebutuhan petani. Sebab, hal itu memang tanggungjawab kita bersama. Pangan kebutuhan bangsa dan negara. Kepentingan kita bersama  dan urusan atau tugas bersama. Bukan sendiri-sendiri lagi. Dan tidak bisa sendirian lagi. *sembada/henry/rori

komentar

You must be logged in to post a comment.

plaza kemitraan

  JUDUL TERSEBUT DI atas sangat menarik disimak. Bahwa para petani punya utang atau hutang sudah jamak diketahui. Tetapi, misalnya mengapa Dewan Perwakilan Rakyat Republik

Pengantar Redaksi: KONON SAAT INI di Indonesia tidak ada daerah atau desa yang menerapkan pertanian hamparan luas dengan pola pengolahan tanah hingga pemasaran. Satu-satunya yang