Dari Makodim 0310/SS: “Oh…Bukan Hanya Kawal Saprodi Kepada Petani, Kami Dampingi dan Kami Berlumpur Bersama di Sawah.”
Friday, 6th September, 2019 | 732 Views

SEBELUM PENANDATANGANAN NOTA kesepahaman atau memorandum of understanding (MoU) antara Kementerian Pertanian dengan Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat (TNI AD) kami sudah sering membuat demonstration plot (demplot) atau bidang percobaan bertani untuk bercocok tanam bersama petani. Pada 2012 hingga 2015 misalnya, kami membuat demplot bertan sekitar 2 hektare (ha), dimana petani bisa melihat langsung dan terlibat langsung cara menanam padi yang sesuai dengan program pemerintah, yaitu mulai dari pengolahan tanah yang baik, penyemaian pemupukan penyiangan hingga panen.

     “Kami menunjukkan cara bertanam kepada petani tentang pola tanam baru yang diintroduksikan oleh Kementerian Pertanian, yaitu jajar legowo. Pola ini mempu meningkatkan hasil panen karena tanaman padi menerima fotosintesa yang maksimal saat berbunga hingga pengisian malai. Kami juga menunjukkan cara membuat pupuk cair organik atau PCO dan pupuk organik padat. Oh, bukan hanya kawal sarana produksi atau saprodi kepada petani, kami dampingi dan kami berlumpur bersama mereka di sawah,” demikian papar Mayor (Inf) Heronimus, Wakil Kepala Staf Kodim 0310/SS.

       Menurut Heronimus, pihak Bintara Pembina Desa (Babinsa) memanfaatkan potensi lingkungan untuk mengurangi beban petani dengan menyiasati kebutuhan mereka melalui pembuatan pupuk dari kotoran sapi dan kambing. Kenyataannya memang ada kendala di lapangan dalam proses pemahaman petani untuk membuat pupuk organik tersebut terutama dalam tahap memulai mengolah bahan bakunya. Tetapi, pada gilirannya belakangan ini para petani masih terus melanjutkan pembuatan pupuk organik tersebut. Langkah semacam itu dilakukan di Kabupaten Darmasraya dan Kabupaten Sijunjung.

            Bagaimana dampaknya? Kenyataannya hal itu berdampak positif bagi para petani, dimana hasil yang mereka dapat sebelum menggunakan pupuk bersahabat lingkungan adalah hanya 4 ton per hektare, setelah memakai itu produktivitasnya berubah menjadi 6 ton per hektare. Adapun varietas yang dipakai adalah Mekongga, C-7, Bareh Solok dan Anak Daro serta varietas Sijunjung.

        “Sekarang yang jadi permasalahan adalah kenapa pihak Bulog tidak dapat menyerap beras petani sesuai dengan harga yang ada di pasaran? Pihak Bulog justru mengambil hasil petani dengan harga di bawah harga pasar, sementara harga beras di Provinsi Sumbar ini lebih mahal dari daerah lain. Dan informasi yang kami dapatkan gudang-gudang Bulog itu tanpak tidak terisi dan sepi-sepi saja,” kata Heronimus seraya menambahkan bahwa pihak prajurit Babinsa yang melakukan pengawalan pada program penyerapan gabah petani (Sergap)  agak terbebani karena  harganya jauh di bawah pasar.

             Misalnya, demikian Heronimus, harga pokok pembelian (HPP) yang ditentukan pemerintah adlah sebesar 3.700 rupiah per kilogram (kg) untuk gabah kering panen (GKP), sedangkan di pasar sudah mencapai 4.000 rupiah per kg. Dan kalau gabah kering giling atau GKG harga HPP adalah 4.700 rupiah per kg. Tetapi, petani lebih sering menjual GKP semasih di sawahnya.

          “Jadi, pihak parajurit di lapangan dam pengawalan untuk program Sergap itu mengalami dilema saat petani sedang panen karena prajurit itu hanya dan harus menjalankan perintah secara terkomando. Sementara petani dan masyarakat itu adalah jiwa kami. Sangat sering cara-cara yang dipakai dalam program Sergap bertentangan dengan nurani kami di lapangan,” demikian dipaparkan Heronimus sambil menambahkan bahwa kondisi di lapangan senantiasa bisa disesuaikan secara baik untuk kepentingan semua pihak.

Petani Senang Prjurit Juga Senang

        Menurut Heronimus, pihak TNI AD juga mengajak para petani menanam jagung dengan menyediakan demplot seluas dua hektare. Begitu melihat hasilnya bisa ditimbang seberat 6 ton per ha, para petani malah ingin ikut TNI untuk menanam jagung karena faktanya menguntungkan. Proses pemberdayakan semacam itu telah dilakukan oleh Kodim 0310/SS di beberapa kabupaten dan para petani senang.

          Hal yang sama juga dalam penanganan air terkait dengan alat-alat dan mesin pertanian atau alsintan. Persawahan dianggurkan karena saluran irigasi direhabilitasi dan dinormalisasi. Untuk itu prajurit mengajak para petani menamam padi dengan memberi bantuan pompa dari Brigade Alsintan yang ada di kantor dinas pertanian maupun di Makodim. Para petani akhirnya menanami sawahnya dan mereka senang, prajurit pun senang bersama mereka di sawah saling berbagi pengalaman cara bertani yang menguntungkan. *sembada/rori/henry

komentar

You must be logged in to post a comment.

plaza kemitraan

  JUDUL TERSEBUT DI atas sangat menarik disimak. Bahwa para petani punya utang atau hutang sudah jamak diketahui. Tetapi, misalnya mengapa Dewan Perwakilan Rakyat Republik

Pengantar Redaksi: KONON SAAT INI di Indonesia tidak ada daerah atau desa yang menerapkan pertanian hamparan luas dengan pola pengolahan tanah hingga pemasaran. Satu-satunya yang