Asupan Nasi Nutri-Zinc Pun ASI Dorong Perkembangan Anak Hadapi Kondisi Stunting
Wednesday, 3rd August, 2022 | 566 Views

 

Pengantar Redaksi:

TERNYATA PENYEBAB UTAMA stunting adalah asupan gizi dan pemberian air susu ibu (ASI) yang sangat minim pada ibu saat mengandung janin. Dalam kaitan itu pihak Media Pertanian online www.sembadapangan.com secara khusus mewawancarai Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Dokter Hasto Wardoyo, Spesialis Obstetri dan Ginekologi (SpOG), di kantornya di Jakarta, beberapa waktu yang lalu. Selamat menyimak berikut ini.

 

Lima tahun terakhir banyak daerah mengupayakan tanaman padi  nutri zinc untuk kebutuhan anak kerdil. Sampai saat ini seperti apa korelasi kebutuhan beras nutri zinc itu terhadap anak kerdil?

    Saat ini beras nutri-zinc itu masih sedikit dan praktis masih belum bisa dievaluasi. Sebab, perempuan yang hamil pada tahun ini hanya 4,8 juta jiwa. Kemudian produk beras nutri biofortifikasi yang mengandung zink maih sangat sedikit.

   Nah, kita memberikan zink itu pada waktu ibu hamil di usia kandungan masih muda, tetapi itu telah terlambat. Artinya, apa pemberian zink itu dilakukan ketika perempuan itu hamil sekarang ini, kami melakukan gerakan TIGA BULAN sebelum nikah semua pasangan harus diperiksa.

   Kami bekerjasama dengan pihak Kementerian Agama agar tidak menikahkan pasangan sebelum diperiksa. Kami juga membuat aplikasi khusus terkait hal tersebut. Jadi, kader-kader yang ada di desa itu mencatati orang yang akan menikah harus diperiksa dulu. Kemudian dimasukkan ke aplikasi tersebut  semisal tingkat Hb darah berapa dan lingkar lengan atas berapa. Kalau belum layak untuk hamil harus hati-hati  dan dimotovasi untuk tidak hamil dulu  sejak 3 bulan sebelum menikah. Itu sudah kita edukasi untuk mengkonsumsi folat dan zink.

   Ini merupakan program baru BKKBN dan kami mengangkat 600.000 anggota tim pendamping untuk seluruh wilayah Indonesia. Satu dari beberapa tugas mereka itu adalah melakukan pendataan yang terkait dengan mutu kesehatan serta mutu reproduksi.

Sebetulnya pola atau program seperti apa yang signifikan dilakukan di Indonesia untuk urusan anak kerdil? Adakah yang bisa diinisiasi oleh pihak BKKBN untuk hal tersebut?

    Kami melakukan pendampingan kepada keluarga dengan tim pendamping keluarga yang kita inisiasikan mencatat secara real-time yang nikah yang hamil yang melahirkan. Ini akan diagnosis agar bayi yang lahir itu diketahui segera keadaannya, seperti bayi yang lahir dengan panjang badan kurang akan tercatat di sana dan haemoglobin atau Hb ibu hamil ada di sini  bisa segera diketahui.

    Pihak kabupaten atau bupati wajib mempunyai papan tulis di ruang kerja kantor masing-masing. Jadi, tentu tidak sulit bagi bupati mencatat berapa kelahiran di daerahnya, kondisi bayi yang lahir. Di Indonesia setiap yang melahirkan 100.000 yang panjangnya kurang dari 48 cm ada 16 bayi  setiap tahun.

   Berarti kalau sebulan paling 10 orang melahirkan dalam 1 hari. Jika gejala stunting di saat kelahiran segera diketahui, maka pertumbuhannya akan selalu diawasi agar pemberian gizi dan menyusuinya lebih diperhatikan. Itulah program BKKBN sekarang agar data itu betul-betul ada.

Merujuk berbagai pernyataan berbagai pihak pada awal 2000-an bahwa rasio populasi lelaki: perempuan adalah 1 (satu) 6 (enam) atau satu lelaki berpeluang beristri lebih dari satu. Figur data sesungguhnya bagaimana?

   Kita ada PK 21, yaitu data  sebaran di provinsi,  dimana sampai hari ini rasio lelaki dan perempuan itu sama banyaknya dan masih berimbang. Paling selisihnya itu nol koma sekian dan itu tidak menimbulkan masalah. Sepanjang data itu masih berimbang cita-cita kita tentang Total Fertility Rate (TFR) 2,1 itu untuk menjaga-jaga bahwa lelaki dan perempuan masih berimbang. Sebab, penduduk kita akan tumbuh sedikit agar tidak zero karena itu sangat ekstrim.

    Itu bisa tercapai kalau setiap satu perempuan harus meninggalkan perempuan satu. Jangan sampai kelahiran anak laki-laki semua, namun itu sudah diatur oleh alam karena yang lahir itu akan berhimpitan atau bergantian ada laki-laki dan ada perempuannya. Dalam kaitan itu kebijakan BKKBN tidak diubah. Sebab, lelaki dan perempunnya secara data masih berimbang. Apabila data ini berubah BKKBN pasti akan mengubah kebijakan karena harus ada imbangan lelaki perempuan. Hingga saat ini masih oke saja.

Adakah ‘catatan’ BKKBN tentang dampak negatif keterbukaan informasi, seperti internet, dimana suasana dan kondisi untuk melakukan ‘intercorse’ termasuk yang sifatnya komik sangat terbuka dan jelas bisa diakses anak-anak pranikah. Terkait ini berapa angka kelahiran di luar nikah lima tahun terakhir? Dan selama pandemik korona-19 berapa?

   Kini teknologi komunikasi telah mempermudah interaksi sosial masyarakat. Melalui media sosial (medsos) orang bisa hidup di alamnya sendiri. Dampak negatifnya secara umum adalah orang agak egois individualistis. Tidak perlu komunikasi lagi karena komunikasinya hanya dengan layar di genggamannya.

    Di rumah, misalnya, seorang anak tidak mau diajak ibunya bersosialisasi kepada family atau sanak-saudara karena sudah asyik saja dengan gadget (gatjet) miliknya. Nah, hal yang menyangkut intercourse sebagai dampak negatif dari gatjet, memang anak-anak yang belum cukup umur bisa mengunduh apa saja termasuk video hubungan suami-istri. Kaitannya dengan pernikahan dini maupun married by accident termasuk bayi lahir prematur pihak BKKBN tidak mempunyai catatan. Kami sering mendengarnya, tetapi kami tidak mempunyai data khusus hal itu.

   Di sisi lain saya menghubungkan antara perubahan ekosistem medsos  tadi itu dengan kenaikan emotional disorder itu tadi. Di dalam keluarga ternyata anak-anak yang error itu meningkat dan kemudian orang yang senyum sendiri dan tertawa sendiri juga meningkat. Pada 2013 angka orang dengan gangguan jiwa (ODJ) 1,7 perseribu sekarang 7,0 per seribu. Artinya, kalau kita mencermti di suatu wilayah dengan jumlah penduduk seribu orang yang senyum sendiri seperti orang gila itu bisa 7 orang.

   Janganlah terlalu terbuai dengan hal-hal yang sifatnya tensible. Kalau kita hipotesiskan perubahan perilaku ada juga perubahan tingkat stres. Contoh, kalau di Jepang itu tingkat bunuh diri tinggi, padahal semua teknologi ada. Karena orang hidup di alamnya sendiri. Orang hidup di alamnya sendiri melihat dirinya selalu kurang, sehingga  mengalami gangguan jiwa.

  Kalau dihubungkan dengan masalah keluarga yang bisa kita lihat dengan angka perceraian memang cenderung terus naik. Pada 2015 yang cerai sekitar 350.000 pasangan dan  naik lagi pada 2021 menjadi sebanyak 580.000 pasangan. Artinya, toxic people karena ada toxic relationship yang ternyata banyak orang yang toxic di sekitar kita.

  Orang yang toxic itu orang yang membosankan atau orang yang egois. Bayangkan kalau dua orang yang toxic ini kawin, seperti apa menyatukan dua orang yang seperti itu karena egonya tinggi sekali. Tentu bisa berdampak buruk bagi anak yang dikandung dan yang akan dilahirkan, sehingga sangat mempengaruhi perkembangan anak.

*sembada/henry/rori

komentar

You must be logged in to post a comment.

plaza kemitraan

  JUDUL TERSEBUT DI atas sangat menarik disimak. Bahwa para petani punya utang atau hutang sudah jamak diketahui. Tetapi, misalnya mengapa Dewan Perwakilan Rakyat Republik

Pengantar Redaksi: KONON SAAT INI di Indonesia tidak ada daerah atau desa yang menerapkan pertanian hamparan luas dengan pola pengolahan tanah hingga pemasaran. Satu-satunya yang