184 Tahun Peternakan Indonesia: Capaian Kejayaan Pernah Diraih Kini Dirindu Antara Roti dan Komedi
Thursday, 29th August, 2019 | 939 Views
|
Oleh Profesor Dr Drh Sofjan Sudardjat
Prof.Dr Drh Sofyan Sudardjat (Foto:sembada/henry)

Prof.Dr Drh Sofyan Sudardjat (Foto:sembada/henry)

SEKEDAR renungan terhadap Rindu Kejayaan Peternakan Indonesia yang pernah dicapai, demikianlah yang kita dambakan, yaitu kejayaan dan kemajuan. Kejayaan bagi siapa dan dalam hal apa? Tiada lain kejayaan bagi masyarakat atau bangsa Indonesia dalam kemajuan bidang peternakan dan kesehatan hewan yang dimilikinya. Kini ada program SAPI BETINA WAJIB BUNTING atau SIWAB untuk menghasilkan “pedet” anak sapi yang disebut-sebut tingkat keberhasilannya tinggi. Setinggi apa, siapa yang tahu dan di angka berapa keberhasilannya. Jayakan capaian itu dan itukah yang dirindukan? Mana gaungnya? Ini tidak jelas.

 

           Mengapa timbul kerinduan? Karena kerinduan timbul atau terjadi pada hal-hal atau peristiwa yang pernah dialami, dan bukan sekadar khayalan. Kalau bicara tentang kejayaan atau capai tentulah ada gaungnya bahwa capaian ada, misalnya SIWAB itu. Seyogyanya gaung atau komedinya ada 20 persen hingga 25 persen dan capaian atau rotinya ada 75 persen hingga 80 persen. Maksud dari kata komedi itu adalah bahwa apa yang dihasilkan itu ada gaungnya. Gaung dari apa yang dihasilkan betul-betul diketahui banyak orang dan dirasakan termasuk merayakan Hari Bhakti Pertenakan dan Kesehatan Hewan itu merupakan komedi sebagai pernyataan dari roti-roti yang kita capai.

        Supaya kita terbukti kerja membangun SIWAB itu walaupun katanya sudah 97 persen. Itu mana gaungnya? Mana orang dengar? Mana gemanya yang bisa orang lihat. Kalau tidak ada komedinya kita harus bikin komedinya. Bikin acara-acara di daerah mengenai hasil peternakan dan di situ disampaikan bahwa capai peternakan itu inilah hasilnya. Hasil dai proyek atau program  SIWAB itu dijelaskan dalam bentuk apa yang saya sebut komedinya alias gema atau gaungnya. Jadi, semua pihak bisa melihat. Bisa mengetahui dan bisa merasakan. Bukan hanya pengumuman yang bisa menimbulkan keraguan.

          Menurut saya gema SIWAB tidak ada karena komedinya tidak ada. Dan mengapa takut bikin komedi? Benarkah sudah dicapai 97 persen anak sapi dari inseminasi? Bagaimana pun diperlukan hal-hal semacam ini, yakni  pemberitahuan terbuka melalui acara di berbagai daerah tentang perolehan atau capaian peternakan  selama program SIWAB dilaksanakan. Sesungguhnya pada eksekutor tentang SIWAB itu tidak perlu takut membuka capaian dari program tersebut apalagi disebut mencapai 97 persen alias ada 3 juta anak sapi yang lahir setiap tahun. Bagaimana menghitungnya? Antara bunting dan lahir bagaimana? Atara lahir dan potong bagaiamana? Apakah 3 juta ekor anak sapi masuk di kategori lahir sehat?

           Saya ingin membagi tujuh filosofi bagi para komandan atau pemimpin satu organisasi, seperti di sektor peternakan itu. Berani berinisiatif, berkeyakinan positif,  perencanaan strategis, kepekaan berpikir, bersikap menerima, kreatif  mengembangkan atau membangkitkan dan daya Ketahanan. Pemimpin harus peka. Jangan kalau ada yang nyindir-nyindir seperti ini terus bereaksi dan merasa bermusuhan. Sebagai contoh holistik, suatau hari ketika usai mengikuti  upacara Hari Krida Pertanian, ketika berpapasan dengan seorang staf kebersihan bertanya: “ Pak baru ikut Hari Krida Pertnian ya? Kapan hari peternakan pak?”

      Wah saya terkejut bukan kepalang. Saya langsung berpikir harus ada itu. Harus ada hari peternakan. Dalam kaitan itulah ada kepekaan berpikir seorang pemimpin. Peringatan Hari Kelahiran ini adalah kreativitas yang membangkitkan. Begitu seutuhnya. Dan daya tahan itu adalah kita harus tetap jalan sesuai aturan meneruskan apa yang dibutuhkan masyarakat luas. Pemimpin tidak boleh menyerah atau asal menerima. Tidak menyerah. Tetap pada prinsip untuk maju. Untuk meraih kejayaan yang sungguh-sungguh nyata. Bukan hitung-hitungan di atas kertas yang berpeluang diperdebatkan secara teori maupun secara faktual di tengah masyarakat peternak.

         Apakah bangsa kita pernah memperoleh dan merasakan ”kejayaan” tersebut? Tentu pernah, karena dunia peternakan dan kesehatan hewan di negeri Nusantara ini pernah jaya. Namun, amun kemudian meredup, jaya lagi dan selanjutnya meredup kembali. Akan tetapi dalam hal ini kita perlu bersyukur bahwa keredupan yang dialami tidak sampai pada kondisi “terpuruk” atau hanya sampai pada tingkat amat memprihatinkan. Kondisi jaya, redup seperti ini sesuai pendapat seorang ilmuwan pertanian sebagaimana tertulis dalam bukunya Roda Berputar Dunia Bergulir bahwa perjalanan pada waktu dan masa terus berlanjut, kejadian dan peristiwa di dunia ini terus bergulir silih berganti.

          Kita tidak boleh tutup mata bahwa dunia peternakan dan kesehatan hewan di negeri ini pernah jaya. Pada suatu saat di zaman pemerintahan Hindia Belanda masalah peternakan dan kesehatan hewan dinaungi dan dilindungi hukum yang ditaati oleh semua pihak, baik Pemerintah maupun pihak-pihak yang berkaitan dan bahkan masyarakat pada umumnya. Kemudian berbagai gejolak terjadi dan juga kemunculan serangan wabah penyakit, kejayaan mulai meredup.

RI Pernah Ekspor Sapi Sebelum Australia

       Hal ini semua terjadi karena kepedulian baik dari Pemerintah maupun masyarakat, karena tersita oleh faktor politik dan keamanan. Setelah era kemerdekaan terutama setelah era perang selesai sampai kepada era Orde Baru dekade pertama, dunia peternakan dan kesehatan hewan di Indonesia mengalami pula era kejayaan yang sangat menggembirakan. Peternak yang dianggap sebagai “raja kaya, disertai kepedulian semua pihak dengan pimpinan pemerintah waktu itu Negara kita mampu mengekspor ternak sapi, dimana waktu itu Australia belum menjadi pengekspor ternak.

          Pada waktu itu pemerintah beserta peternak dan seluruh masyarakat Indonesia mampu secara bersama mencegah pemasukan penyakit hewan berbahaya secara tuntas, seperti penyakit rinderpest (sampar sapi), penyakit mulut dan kuku (PMK) dan beberapa penyakit hewan menular  lainnya. Dengan demikian, Indonesia dimasukkan ke dalam Negara bebas penyakit. Khusus untuk penyakit rinderpest dan penyakit mulut dan kuku, sampai saat ini Negara Indonesia masih merupakan Negara bebas penyakit. Mudah-mudahan dengan cara meningkatkan kepedulian dari semua pihak, taat hukum serta bersatu dalam menghadapi tantangan, maka dunia peternakan dan kesehatan hewan Indonesia akan jaya kembali.

       Faktor apa sebenarnya yang mempengaruhi atau penyebab dunia peternakan dan kesehatan hewan di Negara kita pernah jaya, kemudian redup, jaya dan redup lagi, jaya dan redup silih berganti. Mengapa bisa jaya dan mengapa pula meredup? Namun, Hal yang sulit disangkal, selain ada faktor-faktor yang mempengaruhi adalah siapa yang harus bertanggungjawab kurang jelas.

       Sebenarnya yang bertanggungjawab adalah pemerintah yang memiliki peran komando, pembinaan dan pengaturan. Kadangkala kurang jelas pihak mana atau siapa saja yang ikut atau bahkan yang harus berperan, pihak mana dan siapa saja yang harus bertanggungjawab atau yang mengambil tanggung iawab. Namun, hal yang pasti adalah semua pihak atau siapa saja yang terlibat, masing-masing bertanggungjawab dalam kapasitasnya dan pemerintah bertanggungjawab secara keseluruhan.

         Agar dapat meraih kembali tingkat kejayaan dunia peternakan dan kesehatan hewan, maka dari hasil renungan diperoleh kesimpulan bahwa perlu keperdulian semua pihak, bersatu bekerja keras, tertib dan tata hukum serta adanya suatu komando dari pemerintah. Dalam hal ini siapapun boleh merenung, bahkan bagi yang berkepentingan bukan boleh lagi, tapi wajib merenung terutama merenungkan bagaimana cara atau jalan yang harus ditempuh dan dilalui agar dunia peternakanan dan kesehatan hewan di negeri tercinta ini dapat meraih kejayaan kembali.

       Tak salah bila kita hanya sampai pada tahap merenung atau mungkin hanya pada tahap bermimpi. Akan tetapi tidak salah pula kalau kita mulai mempunyai keinginan, kemudian berharap, selanjutnya sampai pada tahap bercita-cita. Apa cukup dengan hanya punya cita-cita? Belum cukup. Bangsa Indonesia harus dapat membuktikan bahwa dunia peternakan dan kesehatan hewan di Nusantara ini dapat mencapai “kejayaan” kembali.

         Jika demikian, setelah merenung semua pihak perlu memulai bersikap dan mempersiapkan diri bagaimana cara atau taktik, strategi dan upaya untuk mencapai tujuan dari cita-cita tersebut. Indonesia di masa depan merupakan bangsa dan negara yang memiliki kejayaan dalam dunia peternakan dan kesehatan hewan yang dinikmati bangsa sendiri dan disegani bangsa lain. *

* Profesor Dr Drh Sofjan Sudardjat adalah mantan Direktur Jenderal Bina Produksi Peternakan, Departemen Pertanian (kini Kementerian Pertanian)

komentar

You must be logged in to post a comment.

plaza kemitraan

  JUDUL TERSEBUT DI atas sangat menarik disimak. Bahwa para petani punya utang atau hutang sudah jamak diketahui. Tetapi, misalnya mengapa Dewan Perwakilan Rakyat Republik

Pengantar Redaksi: KONON SAAT INI di Indonesia tidak ada daerah atau desa yang menerapkan pertanian hamparan luas dengan pola pengolahan tanah hingga pemasaran. Satu-satunya yang